0

FanFiction "YOU ARE MY SHINEE"

Posted by Enggar Putri on 08.18


Hai hai hai... halo semuanya... lama saya ga ngeblog, lama juga ga buka blogger... Kurang lebih 2 tahun hahahah #edisi curcol. Kalau ngeliat postingan-postingan terdahulu, haha ketawa-ketawa sendiri deh. Ya ampun, alay banget saya waktu SMA. Eh malah curhat terus ya... hehe. Maaf ya... setelah lama ga buka lappy, yang dibuka cuma hape heheheh ternyata blog saya banyak juga ya yang buka... ga nyangka... makasih yang udah komen dan ngasih saran buat saya...
Sebenernya bingung sih, untuk pertama kalinya setelah 2 tahun mau saya isi apa postingan ini...
Eh keinget, beberapa waktu yang lalu ada media di facebook ngadain lomba buat ff alias fanfiction gitu... Asalnya sih ga tertarik, eh akhirnya kecantol ikutan. Walaupun ga menang heheheh, daripada di anggurin mending saya posting aja ya...
Ini pertama kalinya saya buat fanfiction, walaupun saya suka ala-ala Korea gitu tapi ga sampai lebay kok hehe. Jadi, kalau ff saya ini masih banyak kurangnya ya mohon maaf, namun ini saya buat dari dalem hati saya kok...
Jadi intinya, karena saya masih amatiran saya masih butuh banyak kritik dan saran. Kalau ada yang komen saya bakalan seneng dan sebisa mungkin saya bales kok hehe. Tapi sebagai anak bangsa yang baik jangan suka jiplak atau asal copas ya, hargai penulisnya...
Sepertinya sudah terlalu banyak tulisan ga penting saya, yang suka baca ff atau shawol di sini silahkan di baca ya...

You Are My SHINee

Author : Enggar Putri
Cast : All member SHINee x OC
Genre : Sad, Romance, Family

Gerimis mulai membasahi jalan perumahan yang sepi itu, seorang gadis berbadan kurus dengan rambut panjang yang diikatnya sedari tadi berdiri di seberang jalan memandangi rumah mewah yang ada di depannya.
Setengah jam berlalu tapi dia masih tetap berdiri tanpa menghiraukan gerimis telah membasahi bajunya. Sampai sebuah mobil masuk ke halaman rumah mewah itu. Banyak penjaga yang bertugas, salah satunya membawa kursi roda menuju mobil tersebut.
Keluarlah seorang gadis berwajah pucat, wajahnya mirip dengan gadis yang memandanginya di seberang jalan. Dengan bantuan penjaga, dia duduk di atas kursi roda.
“Seo Hee, Maaf  Eomma tidak bisa menjemputmu.” Kata seorang wanita yang keluar dari dalam rumah.
“Ga pa-pa Eomma, miss you.” Peluk gadis itu.
“Miss You too. Ayo  masuk.” Jawab Ibunya serambi mendorong kursi rodanya.
Gadis itu masih berdiri di seberang jalan berharap orang lain akan datang. Dia melihat jam tangannya dan tersadar waktu telah menunjukkan pukul empat sore. Gerimis yang semula ringan jatuh menjadi hujan, dia pun berlari menuju halte bus.
Dari halte dia turun tepat di depan sebuah rumah sakit. Dia masuk ke sebuah kamar ICU, di dalamnya seorang laki-laki terbaring koma. Dia kemudian duduk di samping laki-laki itu.
“Appa, Jae Hee datang. Apa Appa masih tidur? Apakah Jae Hee terlalu cerewet akhir-akhir ini? Kalau Appa bosen, Appa bangun dan bilang sama Jae Hee.” Ucapnya.
“Oh iya Appa, tadi aku ketemu sama Seo Hee. Dia cantik banget. Rambutnya masih saja ngombak kaya dulu. Jae Hee penasaran kenapa rambut kami beda ya Appa? Padahal muka dia mirip kok sama Jae Hee. Haha, lucu deh ngeliatnya. Tapi dia duduk di kursi roda. Appa? Apa denger kan yang Jae Hee omongin?” Terusnya.
Kadang dia ingin menangis, tapi dia tidak ingin berbicara sesuatu yang akan membuat sedih Ayahnya.
“Jae Hee !” Teriak Choi Min Ho, laki-laki manis yang agak kurus itu memanggil Jae Hee saat dia baru keluar dari ICU.
“Oppa sengaja ke sini?” Tanyanya.
“Iya. Ayo kita jalan-jalan. Oppa bosen.” Min Ho menarik tangannya.
Min Ho adalah orang yang sangat baik di mata Jae Hee. Selama ini dialah yang selalu ada di samping Jae Hee. Jae Hee tahu kalau Min Ho sebenarnya sibuk dan berusaha meluangkan waktu untuknya. Dari semenjak SMA mereka berteman sampai saat ini sifat hangat Min Ho tidak pernah berubah.
Tapi ada yang selalu mengganjal di hati Jae Hee, ketika Min Ho menyatakan cinta 4 tahun yang lalu. Jae Hee tidak bisa menerimanya, baginya Min Ho adalah sosok kakak yang sempurna.
“Oppa, ngapain ngajak aku ke toko perhiasan?” Tanya Jae Hee.
“Pilihin kalung yang bagus dong. Ok?” Jawab Min Ho.
“Oppa mau beliin buat siapa?” Tanya Jae Hee lagi.
“Udah cepetan pilihin.”
“Cewek tuh suka yang simple tapi elegan. Nah yang itu bagus.” Jae Hee menunjuk salah satu perhiasan di toko tersebut.
“Tolong, coba lihat yang itu.” Kata Min Ho kepada pelayan toko. “Kamu cobain ya.” Terusnya.
Jae Hee menggerutu,”Kenapa pake dicobain segala.”
“Udah cobain aja.” Min Ho memakaikannya untuk Jae Hee. Jae Hee yang melihat ke cermin langsung terpesona dengan keindahan kalung itu. Min Ho tak berkedip menatap Jae Hee.
“Ya udah, saya ambil yang itu. Berapa? ” Tanya Min Ho kepada pelayan.
Di saat Min Ho membayar di kasir, Jae Hee masih sibuk memandangi kalung itu di cermin.
“Ayo.” Kata Min Ho selesai membayar.
“Lho? Ini kalungnya kan belum dilepas?” Tanya Jae Hee.
Min Ho menarik Jae Hee keluar toko,“Udah nanti aja, ayo pergi makan.”
“Bentar.” Jae Hee berhenti di depan toko. Berusaha untuk melepas kalungnya.
“Jangan di lepas, itu cocok buat kamu.” Kata Min Ho sambil memegangi tangan Jae Hee.
“Aku ga mau.” Jae Hee masih berusaha melepas kalungnya. Jae Hee memberikan kalungnya kepada Min Ho.
“Oppa, jangan pernah kaya gini lagi.” Tegas Jae Hee.
“Kamu marah sama Oppa?” Tanya Min Ho.
Jae Hee menggelengkan kepala. “Jae Hee.” Min Ho memegang tangannya.
 “Oppa, Aku ga bisa nerima gitu aja semua pemberian Oppa. Jae Hee tahu niat Oppa baik. Tapi kalau Oppa kaya gitu, Jae Hee akan merasa hutang budi sama Oppa.”
“Mianhae,” Peluk Min Ho.
“Rasa bersalah Jae Hee semakin dalem kalau Oppa sering ngelakuin hal kaya gitu.” Ucap Jae Hee.
Mih Ho memegang kedua bahu Jae Hee. “Yang sudah Oppa lakuin selama ini, itu karena Oppa sayang sama kamu bukan untuk maksud lain. Mulai sekarang berjanjilan sampai kapan pun kamu akan jadi Jae Heenya Oppa, Jae Hee yang lembut, yang ceria dan yang kuat. Mengerti?”
Jae Hee mengangguk, “Oppa, aku mau minum soju.” Kata Jae Hee lirih.
“Baiklah.” Jawab Min Ho.
Semenjak kejadian 5 tahun yang lalu, Min Ho menjadi simpati kepada Jae Hee. Dan perasaan simpati itu berubah menjadi rasa sayang. Min Ho juga tidak tahu perasaan sayang itu perasaan cinta atau perasaan sayang seorang Oppa pada donsaengnya. Tapi dia tahu, perasaan Jae Hee hanya untuk Key teman satu band Min Ho yang keluar 5 tahun yang lalu.
“Jae Hee, ayo pulang.” Kata Min Ho.
“Jae Hee masih pengen minum.” Kata Jae Hee sambil menuang soju di gelasnya.
 “Oppa. Akhir-akhir ini aku sering berfikir, apa Oppa benar-benar menyukaiku? Atau Oppa hanya kasihan ngeliat hidupku?” Ucap Jae Hee dan meneguk minumannya.
“Jelas Oppa menyayangimu.”Ujar Min Ho.
“Jinja? Bukanlah dulu kita ga sedeket ini? Oppa itu cocok sama Seo Hee, sama-sama aneh. Benarkan hahahah?” Celetoh Jae Hee.
“Kamu tuh ya. Minum sedikit aja udah ngalntur. Ayo pulang.” Min Ho melepas sepatunya dan menggendongnya menuju apartemen Jae Hee.
“Gumawo Oppa.” Cetusnya saat mereka pulang, dia terlelap digendongan Min Ho.
Jarak tempat mereka minum soju dan apartemen Jae Hee tidaklah jauh. Min Ho menggendongnya sampai di depan kamar Jae Hee. Tapi sialnya Min Ho lupa sandi untuk membuka pintu kamar Jae Hee. Akhirnya dia membawa Jae Hee ke apartemennya.
Subuhnya Jae Hee sudah terbangun, dia memandangi sekeliling kamar dan baru tersadar bahwa itu adalah kamar Min Ho. Dia bangun dan merapikan rambutnya, tak sengaja matanya tertuju pada sebuah foto yang ada di meja. Di foto itu ada foto 5 orang laki-laki dengan memakai seragam SMA. Itu adalah foto Min Ho bersama dengan sahabatnya, yang sampai sekarang mereka masih bersama. Dari sebelah kiri adalah Sunbae Min Ho sewaktu SMA, Lee Jin Ki tapi lebih dikenal dengan Onew dan Kim Jong Hyun. Kemudian Min Ho dan Key dan terakhir adalah Lee Tae Min Hoobae dari Min Ho.
Mereka sering manggung di cafe-cafe sejak SMA sampai sekarang. Tapi mata Jae Hee tertuju pada seseorang di samping Min Ho di foto itu, yaitu Kim Ki Bum alias Key. Personil band yang paling bandel dan sulit diatur. Bahkan dia sering tidak ikut latihan. Sudah 5 tahun lebih Jae Hee tidak pernah melihatnya, sejak Key dipaksa keluar dari band oleh Ayahnya.
Banyak orang yang tidak mengetahui hubungan rumit keluarga mereka. Semua berawal ketika Ayah Jae Hee dan Ibunya bercerai. Jae Hee dan Seo Hee adalah saudara kembar, setelah perceraian orang tua mereka, mereka tinggal bersama dengan sang Ayah. Sampai Seo Hee didioknosa terkena kanker hati. Sejak itu Seo Hee menjadi sering murung.
Suatu malam Ibunya datang menjemput Seo Hee, meminta Seo Hee untuk tinggal bersamanya dan berobat ke luar negeri. Sehingga Ayahnya terkena stroke, koma sampai bertahun-tahun. Sebetulnya saat itu yang paling shock adalah Jae Hee, dia harus bisa menerima kenyataan. Ibu Jae Hee menikah dengan Ayah Key yang merupakan chaebol kaya pemilik Seungpark Group. Dan waktu itu juga, Jae Hee baru tahu kalau Key adalah anak seorang chaebol.
Key bukanlah anak yang penurut, semenjak kematian Ibunya dia menjadi keras kepala. Oleh sebab itu Key selalu berontak dengan keadaan, dia sering mabuk-mabukan dan ikut tawuran di sekolah.
Biasanya sebelum dia bekerja dia mampir ke toko bunga dan membawa bunga itu untuk Ayahnya. Tapi sepertinya hari itu agak berbeda, dari apartemen Min Ho dia mampir ke toko bunga dulu dan pulang ke apartemennya untuk ganti baju dan baru pergi menemui Ayahnya. Setiap pagi dia selalu mengganti bunga di kamar di mana Ayahnya terbaring.
 Sore itu ketika dia akan menjenguk Ayahnya tak sengaja dia melihat Seo Hee  check up di rumah sakit yang sama. Kadang dia merasa iri dengan Seo Hee, karena Ibunya selalu memberikan perhatian untuk Seo Hee. Tapi dia sadar bahwa Seo Hee pantas mendapatkannya karena hidup Seo Hee jauh lebih menderita dibanding dengan hidupnya. Selama bertahun-tahun Ibunya tidak pernah mengunjunginya. Ketika Ayah Ibunya bercerai, mereka masih 3 tahun. Mereka tidak ingat kapan dan bagaimana kehidupan mereka ketika masih bersama-sama dengan Ibu mereka.
Dia menemui dokter yang menangani Seo Hee, awalnya sang dokter menolak memberi informasi tentang penyakit Seo Hee. Tapi ketika Jae Hee menceritakan semua tentang hubungannya dengan Seo Hee, dokter itupun menjadi luluh. Dia meminta kepada sang dokter untuk melalukan pemeriksaan apakah hatinya cocok dengan hati Seo Hee.
Entah apa yang dipikirkannya,  dia berani untuk mencocokkan hatinya dengan hati saudaranya. Antara kesal dan sayang bercampur aduk di dalam hatinya. Dia kecewa karena selama 5 tahun ini Seo Hee tidak pernah menghubunginya. Seminggu pun berlalu dan hasil tes pemeriksaan keluar dan menunjukkan bahwa hatinya 99% cocok dengan hati Seo Hee.
“Oppa, semalem aku bermimpi berada di sebuah gurun pasir putih yang luas banget, dan aku kebingungan di situ. Lalu aku bertemu dengan Appa dan Key, dari kejauhan aku juga melihat kalian, ada Oppa, Jong Hyun Oppa, ada Onew Oppa juga, ada Tae Min, Eomma, Ayahnya Key dan Seo Hee. Sepertinya kalian bahagia. Lalu entah apa yang kami bicarakan, Key ninggalin aku gitu aja dan main pasir sama kalian. Aku nangis dan Appa memelukku sangat lama. Menurut Oppa apa arti dari mimpi itu?” Tanya Jae Hee di saat mereka sedang makan siang di sebuah cafe di depan kantor tempat Jae Hee bekerja.
“Mungkin kamu hanya sedang merindukan Appamu.” Jawab Min Ho sambil memainkan gadgetnya.
 “Benarkan? Iya mungkin aku lagi ngerinduin semua orang.” Jae Hee tersenyum kepada Min Ho sambil memakan makanan yang dia pesan.
“Sebenarnya Oppa mau ngomong sesuatu sama kamu.” Sahut Min Ho.
“Ngomong apa sih? Mukanya pake serius banget?” Jawab Jae Hee.
“Sebenernya pada hari di mana Seo Hee dan Key berangkat ke Amerika, Key datang menemui Oppa dan bertanya tentang keberadaanmu.” Jelas Min Ho.
“Iya terus?”
“Dia kabur dari Ayahnya, sama seperti yang dia lakukan setiap kali di kekang oleh Ayahnya.”
“Ya! Oppa! Bercandamu keterlaluan hahahah.” Jawab Jae Hee.
“Oppa ga bercanda.” Kata Min Ho serius.
“Jinja?” Jae Hee masih tidak percaya.
Lalu Min Ho menjelaskannya, “Malam saat Appamu masuk rumah sakit, dia datang ke kami. Dia bilang tidak bisa main band lagi. Dia datang ke rumahmu, tapi Oppa bilang kamu ga mau nemuin dia lagi. Mianhae Jae Hee, saat itu Oppa ga bisa ngeliat kamu lebih terbebani lagi. Oppa mengira Key akan kembali dan menurut ke Ayahnya, tapi dugaan Oppa salah,  dia menghilang begitu saja. Bahkan nomernya pun tidak dapat dihubungi. Kami sudah berusaha mencarinya.”
Jae Hee terdiam, dia tidak tahu harus bicara apa. Min Ho kemudian memegang tangannya, “Jae Hee, maafkan Oppa karena selama ini Oppa merahasiakannya dari kamu. Oppa diam, Oppa kira jika tanpa Key kamu akan bahagia tapi Oppa salah. Kamu boleh marah sama Oppa, tapi jangan ngediemin Oppa.”
 “Engga, Jae Hee  ga marah sama Oppa. Mungkin ini jawaban kenapa Jae Hee selalu merasa Key ada di sekitar Jae Hee. Jae Hee cuma masih belum percaya aja. Mana mungkin Jae Hee marah sama orang yang udah care sama Jae Hee. Orang yang selalu ada di setiap Jae Hee butuh, orang yang udah support Jae Hee supaya cepet lulus kuliahnya dan bisa dapet kerja kaya gini. Jae Hee ga bisa marah sama Oppa.”
“Oppa, Jae Hee punya permintaan.” Terusnya.
“Hm...?” Tanya Min Ho.
“Kembalilah untuk Seo Hee.” Pinta Jae Hee.
“5 tahun bukan waktu yang sebentar Jae Hee, Oppa ga bisa mengulang semuanya.”  Jaawabnya.
 “Oppa? Jae Hee mohon... Oppa bisa melakukannya perlahan.” Katanya Jae Hee.
Sepertinya Min Ho merasakan dilema, dia terdiam memandangi Jae Hee. Selama berhari-hari dia memikirkan permintaan Jae Hee. Selama ini dia tidak pernah menolak permintaan Jae Hee, apalagi mengingat rasa bersalahnya mengenai Key. Dia memikirkan kembali kata-kata Jae Hee tentang perasaannya. Tapi dia juga tidak menemukan jawaban yang jelas.
Hari itu Min Ho memberanikan diri, dia memencet bel di depan gerbang tinggi rumah yang dijaga ketat banyak orang. Setelah berbicara beberapa saat dengan penjaga rumah dan di suruh menunggu di luar akhirnya dia dipersilahkan masuk.
Saat di dalam rumah dia masih harus menunggu beberapa saat. Kemudian seorang perawat mendorong Seo Hee di kursi roda menuju ruang tamu.
“Oppa.” Kata Seo Hee tersenyum bahagia. Tapi dia tidak bisa menyembunyikan wajah pucatnya, matanya sedikit sayu dan tubuhnya terlihat lemah. Hingga dia memberi kode kepada perawatnya untuk meninggalkan mereka sendirian.
Sejenak mereka terdiam, Min Ho terlihat kebingungan. Dia merasa canggung karena sudah lama mereka tidak bertemu.
“Seo Hee, gimana kabarmu?” Tanya Min Ho.
“Seperti yang Oppa lihat, Seo Hee baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan Oppa? Oppa terlihat lebih dewasa.” Jawab Seo Hee.
“Benarkah?”
Seo Hee sepertinya sangat bahagia melihat kedatangan Min Ho, “Bagaimana Unni sekarang? Apa Oppa sering bertemu dengan dia? Apa dia pernah bercerita tentang Uri Appa? Seo Hee ingin sekali menemui mereka. Nanti kalau Seo Hee udah sembuh dan bisa jalan sendiri Seo Hee bakalan ajak mereka jalan-jalan. Oppa mau ikut? Sekalian rame-rame kita ajak semuanya, ajak juga pacar Oppa. Oppa udah punya pacar kan?”
“Hm?” Min Ho tampak terharu dengan omongan Seo Hee.
“Ih  Oppa kenapa kaku sekali, Seo Hee bercanda kali. Masa iya Oppa ku yang satu ini masih ngejomblo aja.” Ejek Seo Hee.
Smartphone Min Ho tiba-tiba berbunyi. Dia meminta izin kepada Seo Hee keluar sebentar dan membalas teleponnya.
“Oppa, Oppa dimana? Kenapa seharian Oppa ga nemuin Jae Hee? Apa Oppa masih marah karena permintaan Jae Hee kemarin itu? Jae Hee punya kabar gembira buat Oppa, bukankah sebaiknya Oppa datang ke sini? Appa sudah sadar, Oppa pasti ga percaya. Jadi kalau Oppa lagi nganggur hari ini, Oppa harus dateng ke rumah sakit. Mengerti? Jae Hee bakalan traktir Oppa nanti kalau Appa udah baikan.” Jae Hee berbicara tanpa henti di telepon setelah Min Ho mengangkatnya.
“Syukurlah.” Jawab Min Ho.
“Ya! Apa hanya seperti itu jawaban Oppa?”  Tegas Jae Hee.
“Oppa ga sedang perform kan?” Terusnya.
“Oppa di rumah Seo Hee.” Jawab Min Ho.
Jae Hee terdiam sejenak, “Iyakah? Jae Hee senang ngedengernya.”
“Dia bilang merindukanmu dan Appamu.”
“Sama. Tapi Jae Hee masih marah sama dia. Bilang ke dia sekali-sekali kasih kabar ke aku, jangan ngilang gitu aja. Kalau Oppa ga sibuk hari ini, Oppa bisa ajak Seo Hee ke rumah sakit buat nemuin Appa.”
“Bukankah ini terlalu cepat?” Tanya Min Ho.
“Engga, ini tuh kaya kebetulan yang udah direncanain Tuhan. Setelah 5 tahun Appa akhirnya bangun mungkin karena Seo Hee.” Jelas Jae Hee.
“Baiklah. Oppa akan bawa Seo Hee ke rumah sakit. Oppa tutup teleponnya.” Kata Min Ho menutup telepon dan masuk kembali ke dalam rumah.
Bukan cuma Seo Hee yang bahagia hari ini, Jae Hee terlihat lebih bahagia. Dia bahkan tidak masuk kerja untuk menemani Appanya. Setelah sekian lama dia bisa melihat senyuman Ayahanya lagi.
“Appa, jangan pandangin Jae Hee seperti itu. Appa mau ngomong apa? Mau Jae Hee bantu lepas ini?” Kata Jae Hee sambil melepas alat bantu pernapasan yang di pakai Ayahanya.
“Appa merasa sesak? Tidak kan?” Tanya Jae Hee. Ayahnya menggelengkan kepala.
“Bukankah lebih baik jika kita naikkan sedikit ranjang Appa?” Jae Hee berusaha membuat nyaman Ayahnya. “Sudah enak kan?” Terusnya.
Ayahnya mengangguk. “Jae Hee.” Ujar Ayahnya .
“Iya Appa?” Jae Hee mendekat pada Ayahnya.
“Maafkan Appa karena sudah merepotkanmu.”
Jae Hee tersenyum manis dan membalas omongan Ayahnya dengan menggelengkan kepala.
“Appa.” Manjanya sambil memeluk sang Ayah. Ayahnya mendekapnya begitu hangat.
“Mulai saat ini dan selamanya, jangan pernah merasa sendirian karena Appa akan selalu memelukmu. Appa akan selalu di sampingmu, ingatlah itu sayangku. Kalau ada yang menyakitimu, kalau ada yang membuatmu jatuh sakit, Appa akan menghapus rasa sakit itu.” Ucap Ayahnya.
Jae Hee menangis terisak di pelukan Ayahnya. Satu-satunya orang di dunia ini yang tak pernah menyalahkannya. Satu-satunya orang di dunia ini yang dari kecil sudah menjadi Ayah sekaligus Ibu baginya. Yang setiap hari mencari nafkah untuk dia, yang tidak pernah tidur setiap malam ketika dia jatuh sakit dan yang selalu bilang bahwa yang dia lakukan itu benar. Ya orang itu adalah Ayahnya, yang sampai sekarang Jae Hee selalu merasa belum bisa membalas semua kasih sayangnya.
 “Jae Hee ga akan biarkan Appa ninggalin Jae Hee lagi. Jae Hee akan berada di samping Appa kemanapun Appa pergi. Mulai detik ini, kita akan memulai kehidupan kita lagi. Appa harus janji bakalan bahagia walaupun dihidup Appa hanya ada Appa dan Jae Hee. Mengerti? ” Kata Jae Hee melepas pelukan Ayahnya dan menyodorkan kelingking kanannya.
“Appa janji. Tapi kamu harus selalu mengingat satu hal, apapun yang terjadi hati Appa selalu ada di samping hati Jae Hee.” Jawab Ayahnya dengan menyatukan kelingking mereka.
Jam berlalu begitu cepat, Jae Hee masih ingin menemani Ayahnya. Tapi saat itu Min Ho memberikan kabar bahwa dia akan datang bersama Seo Hee. Jae Hee memilih pergi daripada harus bertemu Seo Hee. Bukan karena Jae Hee benci kepada Seo Hee, tapi karena Jae Hee belum siap mendengar alasan kenapa Seo Hee selama ini tidak menghubunginya. Kalaupun mereka bertemu untuk saat ini, itu akan tambah membebani Seo Hee dan Appanya.
 “Appa. Maafkan Seo Hee, karena Seo Hee Appa jadi begini.” Kata Seo Hee.
“Appa juga minta maaf kalau Appa ga bisa jadi Appa yang baik buat kamu. Tapi yang lalu biarlah berlalu. Jadi Appa minta sama kamu, mulai sekarang jangan pernah temui Appa dan Unnimu lagi. Biarlah Unnimu bahagia dengan hidupnya yang sekarang, dan Appa akan selalu mendo’akanmu semoga hidup bahagia bersama Ibu dan Ayahmu.” Kata Ayahnya sambil meneteskan air mata.
Seo Hee menjadi sedih mendengar ucapan Ayahnya tersebut, dan dia ikut menangis,”Appa, kenapa Appa bicara seperti itu? Kita bisa mengulangnya dari awal, kita semua bisa menjalin hubungan baik seperti dulu lagi.”
“Maaf Seo Hee, Appa bicara seperti ini bukan karena Appa tidak sayang sama kamu. Tapi ini demi kebaikan kita semuanya. Sudah cukup semuanya menderita.”
Jae Hee memperhatikan pembicaraan Ayahnya dan Seo Hee itu dari depan pintu kamar rumah sakit Ayahnya yang terbuka sedikit. Dari pintu yang separonya terbuat dari kaca itu dia melihat jelas Ayahnya dan Seo Hee.
“Appa tahu kamu sangat menderita karena penyakit itu, tapi apa kamu tahu kalau Unnimulah yang lebih menderita selama ini? Dari kecil, kasih sayang Appa dan Ibumu hanya untukmu dan Jae Hee ga pernah protes dengan semua itu. Dari kecil, saat kamu jatuh sakit di sekolah dialah yang menggendongmu sampai ke rumah. Dia juga yang sudah mengejar beasiswa agar uang sekolahnya bisa kamu pakai untuk berobat. Dia yang setiap pagi bangun nyiapin sarapan buat Appa dan kamu, dia juga yang nemenin kamu ketika kamu kesakitan. Dia yang selalu nunggu Appa pulang kerja sampai larut malam. Tapi sedetikpun dia tidak pernah mengeluh sama Appa.” Lanjut Ayahnya.
“Hari itu Appa jatuh sakit bukan karena Appa tidak merelakan kamu pergi bersama Ibumu, tapi Appa sakit karena kecewa dengan sikap Ibumu. Betapa egoisnya dia yang hanya membawa kamu dan meninggalkan Jae Hee begitu saja. Bukankah kalian berdua sama-sama anaknya? Bukankah uang Ayah tirimu lebih-lebih kalau hanya untuk menyekolahkan Jae Hee? Appa ga pernah menyesal Unnimu hidup bersama Appa, Appa bahkan sangat bahagia dan bangga. Bahagia itu ga harus dengan materi, tapi sebagai seorang anak bukankah dia juga butuh pelukan Ibunya?” Jelas Ayahnya.
Seo Hee menangis di depan Ayahnya, selama ini dialah yang merasa paling menderita. Tapi di balik penderitaannya itu dia juga telah menggambil kebahagiannya kembarannya sendiri. Jae Hee yang mendengar semua itu pun langsung terduduk lemas di samping pintu kamar Ayahnya. Betapa terpukulnya hatinya, selama ini dia berusaha menyimpan rapat perasaannya. Dari umur 3 tahun setelah Ayah Ibunya bercerai sampai saat ini dia tidak pernah bicara ataupun hanya bertegur sapa dengan Ibunya.
Ketika Ibunya datang membawa Seo Hee itulah pertama kalinya dia bertemu dengan Ibunya yang dia ingat hanya dari fotonya saja. Bahkan dia tidak ingat apa yang dia lakukan bersama Ibunya ketika masih kecil. Tapi Jae Hee bukanlah anak cengeng ataupun anak manja. Dia begitu tahu situasi keluarganya. Dia berfikir saat itu Ibunya marah karena tahu dia berpacaran dengan Key. Tidak seharusnya dia menjalin hubungan dengan kakak tirinya. Tapi siapa yang duga, toh itu hanya hubungan pacaran anak SMA, kenapa Ibunya begitu kejam padanya? Itulah yang selalu dia pikirkan dan dia tanyakan di dalam hatinya.
Paginya dia terbangun tidur duduk di kursi di samping Ayahnya.
“Appa. Apa Appa masih tidur? Maaf, Jae Hee kecapean jadi bangun kesiangan.” Kata Jae Hee memandangi Ayahnya.
Kemudian dia memegang tangan Ayahnya, “Kenapa tangan Appa dingin sekali?”
“Appa benar-benar masih tidur? Apa ada yang sakit? Appa bangun? Apa Jae Hee harus panggil dokter?” Terusnya.
Tapi Ayahnya masih terdiam dan benar-benar membuatnya takut. Dia berlari menemui perawat yang bertugas saat itu.
Perawat bersama dokter langsung datang dan memeriksa. Jae Hee terlihat sangat cemas.
“Maaf nona, tapi Ayah anda sudah tidak ada.” Kata dokter.
“Ne?” Tanya Jae Hee tak percaya.
“Maafkan kelalaian kami, Ayah anda benar-benar sudah tidak ada.”
“Ga mungkin.” Ucapnya dan segera menghampiri Ayahnya yang sudah terbaring kaku.
“Appa? Hm...? Bangun...” Tangisnya.
“Appa bilang ga bakal ninggalin Jae Hee... Tapi kenapa Appa pergi ga ngajak Jae Hee?” Tangisnya memeluk sang Ayah. Dia tahu kalau ini bakalan terjadi, namun dia tidak pernah menyangka akan secepat itu.
Setelah pemakaman Ayahnya dia menjadi sangat murung, berhari-hari bahkan dia tidak keluar dari apartemennya. Setiap Min Ho datang mengunjunginya, dia bahkan tidak membukakan pintu dan beralasan kalau dia ingin sendirian.
5 tahun bukan waktu yang sebentar untuk orang yang koma, dan tiba-tiba Ayahnya terbangun dari komanya. Bangun untuk mengucapkan perpisahan pada dirinya, bangun untuk menguatkannya kalau pada akhirnya dia harus bisa hidup sendirian. 
“Jae Hee, Oppa datang. Lihatlah Oppa datang sama siapa?” Kata Min Ho bicara dari luar kamar Jae Hee.
Kemudian Jae Hee bergegas membukakan pintu.
“Surprise !” Teriak Onew, Jong Hyun dan Tae Min.
“Ya ! Kenapa kalian teriak-teriak. Kalian mau apa datang ke sini? Bukankah ini sangat memalukan, setelah sekian lama kalian ga pernah mengunjungiku?” Jae Hee berusaha untuk bercanda.
“Nuna, Mian... Hm...? Nuna tahu kan kalau kami sibuk?” Jawab Tae Min.
“Baiklah. Memang kalian kan sok sibuk dari dulu.”
“Apa kita ga boleh masuk?” Sahut Onew.
“Ga boleh. Kamar Jae Hee masih berantakan. Kita minum soju saja hari ini.” Kata Jae Hee.
“Setuju. Ide bagus.” Jawab Min Ho.
Akhirnya mereka minum soju bersama-sama. Jae Hee sebenarnya masih terbawa perasaan sedih karena Ayahnya, tapi dia juga tidak ingin melihat teman-temannya kecewa dengan sikapnya. Dia berusaha tegar di depan Min Ho, Onew, Jong Hyun dan Tae Min.
“Jae Hee, kenapa kamu diam saja. Kamu harus minum ini.” Kata Jong Hyun.
“Tidak Oppa. Jae Hee sedang tidak ingin minum.” Jawab Jae Hee.
“Lalu untuk apa kita datang ke sini kalau kamu ga minum?” Tanya Jong Hyun.
“Bukankah kalian datang untuk menghiburku? Jadi, kalian harus buat aku ketawa hari ini.”
“Kalau Nuna ga minum, Nuna ga bakalan bisa ketawa.” Ujar Tae Min kemudian meminum segelas sojunya.
Jae Hee luluh dengan permintaan mereka, dia pun ikut minum malam itu. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka tampak tertawa bahagia bersama. Sayang, kebahagiaan mereka tidak lengkap karena Key tidak ada.
Sampai larut malam sepertinya mereka benar-benar mabuk, dan hanya Min Ho yang masih tersadar saat itu.
Min Ho berkata, “Dasar kalian payah. Sebaiknya kita akhiri saja hari ini.”
“Jangan. Kita minum sampai pagi, bukankah sudah lama kita tidak meluangkan waktu bersama seperti ini? Apa kalian tidak bosan kuliah setiap hari dan manggung tiap hari?” Sahut Onew.
“Benar. Aku setuju dengan Hyung.” Kata Tae Min.
“Kalian... Apa kalian tidak bosan hanya manggung di cafe-cafe? Apa kalian tidak ingin masuk tv dan punya banyak fans?” Tanya Jae Hee dalam keadaan setengah sadar.
“Bukankah band kita, kita bentuk untuk mengeratkan persahabatan kita saja? Kita ga perlu fans banyak, yang kita perlu hanya kekompakan.” Kata Onew personil paling tua di band mereka.
“Betul.” Kata Min Ho.
“Tapi ga ada salahnya kita mencoba hal baru. Bukankah karya kita juga tidak kalah bagusnya dengan band-band terkenal yang ada di tv itu?” Kata Jong Hyun.
“Nah itu yang Jae Hee maksud, Jae Hee punya kenalan Produser. Bukankah lebih baik kalau kalian melakukan rekaman dan membuat album atau single?” Ucap Jae Hee mengeluarkan sebuah kartu nama dan menaruhnya di meja.
Kemudian dia berbicara kembali, “Oh ya, bukankah nama band kalian terlalu jadul? Bahkan fans kalian hampir seusia kalian. Kalian harus merubah nama band kalian, yang menarik minat orang. Yang bisa mudah diingat sama anak-anak remaja. Toh muka kalian udah tampan, poles sedikit aja anak-anak SMA pasti terpesona dengan kalian. Dan lagu-lagu kalian, bahkan lebih bagus dari lagu band-band terkenal itu.”
“Tapi, apa nama yang bagus untuk band kita saat ini?” Tanya Tae Min.
“Bagaimana kalau HDB? Handsome and Diligent Boys.” Jawab Jong Hyun.
“Hahahah. Ya! Oppa bercanda? Itu terlalu alay untuk laki-laki seusia kalian.” Sahut Jae Hee.
“Terus apa dong?” Tanya Jong Hyun.
“SHINee.” Jawab Jae Hee.
Kemudian mereka semua menatap Jae Hee, tampak tertarik dengan nama itu. “Iya, SHINee... Bukankah itu bagus? Berkilau? Menjadi sorotan? Menjadi pusat perhatian? Dan cocok untuk usia kalian?”
“Waw. Daebak! Nuna, itu benar-benar cocok dengan styleku.” Ucap Tae Min.
“Setuju.” Mereka semua menyahut.
“Tapi, jika Key datang dan kembali bersama kalian. Apa kalian terima?” Lanjut Jae Hee.
Onew menjawab, “Kami tidak pernah mengeluarkannya. Dia sendiri yang memilih untuk pergi, kami tidak bisa memaksa. Kami bahkan sudah mencarinya, justru kami ingin dia kembali. Kita tanpa Key, bukankah seperti sayur kurang bumbu?”
“Benar. Kalau dia kembali, dengan senang hati kita akan menerimanya.” Ujar Min Ho.
Jae Hee tampak lega dengan perkataan Min Ho itu. Dia memang berharap Key benar-benar kembali, walaupun dia tidak tahu di mana keberadaan Key saat ini. Dia selalu berfikir, Key menjadi seperti itu karena dia. Kalau saja Key tidak menjalin hubungan dengannya mungkin Key masih ada di depannya.
Hari-hari dia lalui sendiri, dia tak perlu bangun pagi dan membeli bunga setiap pagi. Dia juga tidak perlu mampir lagi ke rumah sakit setiap sore. Waktunya sekarang menjadi lebih banyak, dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan di waktu selanya itu. Dia menjalani hidup seperti orang lainnya, tidur, bangun, bekerja seperti itu setiap hari.
Sesekali dia pergi menemui Min Ho dan personil SHINee lainnya. Tapi itu tidak bisa setiap saat karena mereka memiliki kesibukan masing-masing. Ia ingin menemui Seo Hee namun dia bingung apa yang akan dia bicarakan dengan Seo Hee. Mendengar dari Min Ho bahwa keadaan Seo Hee memburuk membuatnya cemas. Baginya kehilangan Ayahnya sudah cukup menyakitkan. Dia berfikir kembali, haruskah dia mendonorkan hatinya.
Malam itu dia baru pulang dari bekerja, sepertinya lembur membuatnya kecapekan. Fokusnya mulai berkurang. Dia chat dengan Min Ho menggunakan smartphonenya saat berjalan menuju apartemenya. Sebenarnya dia sudah memiliki mobil hasil kerja kerasnya, akan tetapi dia lebih suka jalan kaki atau naik bus ketika berangkat dan pulang bekerja.
Jalanan terlihat sepi, dia menyebrang masih dengan memainkan smartphonenya. Tiba-tiba dari arah kiri ada motor kencang lewat, dan dia tidak sadar.
Sampai, “Jae Hee!”
Seseorang berteriak dan menariknya, merekapun jatuh bersamanya. Untungnya dia tidak terserempet motor yang hanya beberapa centi di sampingnya.
Sontak dia pun kaget, hatinya berdeguk kencang bukan karena dia akan terserempet motor tapi karena orang yang jatuh di depannya. Tanpa berkedip dia memandangi laki-laki yang memakai jaket dan topi hitam itu.
“Ki Bum.” Ucapnya.
Laki-laki yang juga semula memandanginya itu langsung berlari meninggalkan dia.
“Ya! Key! Kamu ingin mempermainkanku?” Terus Jae Hee sambil berdiri dan mengejar Key.
“Aish Jinja.” Katanya sambil mencopot sepatu hak tingginya dan menyemlempangkan tasnya.
Larinya tidak kalah kencangnya dengan Key, “Ya! Sekiya! Aku akan menangkapmu, beraninya kamu menguji juara olimpiade maraton sepertiku!”
“Aaa...!” Teriaknya. Dia terduduk di jalan dan melihat kakinya. Kakinya berdarah, terluka karena menginjak batu tajam. Buru-buru ia mengambil tissue dari dalam tasnya dan mengelap perlahan kakinya dengan tissue tersebut. “Bodoh. Buat apa kamu ngejar orang yang jelas-jelas ngehindarin kamu. Akhirnya kamu sendiri kan yang terluka.” Gumamnya.
“Kamu baik-baik saja?” Key berdiri di depannya.
“Menurutmu? Haruskah aku menjawabnya?” Jawab Jae Hee dengan ketus.
 Key hanya tersenyum melihatnya.
“Kenapa tersenyum? Sungguh kejam. Bukankah seharusnya kamu menolongku?”
“Sepertinya tadi aku sudah menolongmu. Salah sendiri mengejarku. Kenapa akhir-akhir ini kamu kurang fokus? Naiklah ke punggungku.” Jawabnya berbalik dan membungkukan badan.
“Baiklah.” Jawab Jae Hee.
“Kemana kita?” Terusnya.
“Ke rumahku.”
Dalam perjalanan menuju rumah Key mereka tampak terdiam satu sama lain. Jae Hee masih tidak percaya bahwa yang menggendongnya adalah Key. Sampai di rumah Key mereka masih terdiam.
“Duduklah. Aku ambilkan obat merah dulu.”
Jae Hee mengangguk. Dia mengamati sekeliling isi rumah Key. Dia menyangka kalau Key tinggal di dekatnya. Selama 5 tahun Key tinggal sendiri di rumah yang sama sekali berbeda dengan kehidupannya yang dulu.
“Kenapa tidak pernah menemuiku?” Tanya Jae Hee.
“Karena kamu tidak ingin bertemu denganku.” Jawab Key serambi membawa kotak P3K.
“Kapan aku bilang seperti itu? Bertemu seperti ini, terlalu aneh ga sih?”
Key mengangkat kaki kiri Jae Hee yang terluka, menaruhnya diatas dua belah kakinya dan menjawab omongan Jae Hee,“Apanya yang aneh? Sakit?”
“Ga, lebih sakitan hati aku kamu tinggalin dibanding sakit kaya gitu.” Cetusnya.
“Mulai cerewat lagi, bukannya tadi kamu udah diem?” Kata Key sambil membersihkan luka Jae Hee.
“Oppa.”
“Sejak kapan kamu panggil aku Oppa?” Jawab Key.
“Pulanglah.”
Suasana menjadi sedikit serius, “Siro, seharusnya tadi aku tidak menolongmu. Kalau pada akhirnya kita bertemu, kamu malah memintaku untuk pulang.”
“Apa yang kamu dapetin dengan hidup kaya gini? Hah? Seharusnya kamu tunjukin ke Ayah kamu kalau kamu berbeda dengan yang difikirkannya.”
“Jika aku melakukannya, maka aku akan kehilangan semua yang aku sayangi. Kehilangan Eommaku sudah cukup menyakitkan untukku, dan aku tidak ingin kehilangan orang yang aku sayang lagi.”
“Kalau kamu menyayanginnya seharusnya kamu menurut padanya. Bukan malah berontak. Nanti kalau kamu kehilangan dia, bukankah itu lebih menyakitkan lagi?” Tegas Jae Hee.
“Kalau aku memilih Ayahku, maka aku akan kehilangan kamu. Kamu adalah orang yang aku sayangi setelah Ibuku, jadi jangan pernah memintaku untuk kembali pada Ayahku.”
“Lalu kenapa kamu harus bersembunyi selama ini? Saat aku menunggumu datang di rumahmu, kenapa kamu tidak menemuiku? Saat aku menangis di pemakaman Appaku, kenapa kamu hanya memandangiku? Saat aku sedih kenapa kamu tidak datang menghiburku?”
“Bukankah kamu sudah tahu kalau aku selalu datang untukmu? Tapi setiap kali aku datang, Min Ho sudah ada di sampingmu. Sepertinya ini sudah larut malam, sebaiknya aku antar kamu pulang.” Jawab Key.
“Aku ingin bermalam di sini.” Sahut Jae Hee.
“Ga boleh. Tidak baik seorang laki-laki dan perempuan berada dalam satu rumah yang sama.”
“Kenapa? Sah-sah saja kalau aku tinggal dengan Oppaku. Jadi dimana aku harus tidur? Di sofa ini? Oppa tenang saja, aku bisa tidur di mana saja.” Katanya.
“Ya! Berhentilah memanggilku Oppa!” Bentak Key.
“Setelah 5 tahun, apakah yang sudah kamu lakukan! Dan ginikah caramu memperlakukanku? Selama ini aku berfikir kalau kamu benar-benar kuliah di luar negeri, dan aku selalu berharap kamu akan pulang dan datang melamarku! Tapi apa ini? Bahkan seorang piatu sepertiku tidak akan mau hidup dengan pengangguran sepertimu! Ga pa-pa jika aku tidak boleh tinggal di sini, aku bisa urus hidupku sendiri. Kalau kamu besok tidak kembali ke rumahmu, aku yang bakal datengin Ayah kamu dan bilang kalau kamu bersembunyi di sini!” Bentak Jae Hee balik.
Dia berjalan meninggalkan Key tanpa alas kaki. Amarahnya benar-benar memuncak, dia tidak habis pikir pertemuannya dengan Key berbeda dengan apa yang dia harapkan. Dia benar-benar merasa harus mendatangi Ayah Key demi kebaikan Key.
Malam itu dia memberanikan diri datang ke rumah Key dengan kaki pincang. Dia melihat Seo Hee dan Ibunya, tapi bukan mereka tujuan Jae Hee. Oleh pembantu rumah dia langsung diantar ke ruangan Ayah Key. Dia menceritakan semuanya, dia juga bercerita tentang hubungan mereka. Ini agak menakutkan baginya, karena baru sekali ini dia bertemu dengan Ayah tirinya.
Seo Hee sudah menunggunya di luar. Ketika dia baru keluar dari ruangan Ayah tirinya itu, Seo Hee langsung menyapa. “Unni.”
“Seo Hee. Sudah lama, benarkan? Unni titip Eomma dan Key sama kamu. Kamu harus menyayangi mereka. Okey?” Jae Hee agak canggung berbicara denganya.
Dari kejauhan dia melihat Ibunya yang sedang memandanginya dan Seo Hee. Jae Hee meninggalkan Seo Hee dan mnghampiri Ibunya. Ibunya memalingkan pandangan darinya.
“Eomma.” Ucapnya.
“Eomma, apa kabar?” Terusnya.
Tapi Ibunya tak menjawabnya dan masih memalingkan pandangan darinya. “Kenapa Eomma seperti ini sama Jae Hee? Apa karena Key? Kalau saja dulu Eomma memintaku untuk menjauhinya, Jae Hee bakalan nurut sama Eomma.”
Ibunya masih diam, hati Jae Hee semakin sakit. Dia bahkan tidak tahu apa salahnya mengapa Ibunya memperlakukannya seperti itu. Dia tidak bisa lagi menahan isi hatinya dan membendung air matanya. Perlahan air mata mulai mebasahi pipinya.
“Eomma, bicaralah. Sekalipun Eomma tidak pernah ngomong sama Jae Hee. Bukankah Jae Hee sudah sabar menunggu Eomma selama ini? Bukankah Jae Hee juga anak Eomma? Kalau Eomma mau bicara sama Jae Hee dan bilang apa salah Jae Hee, Jae Hee akan memperbaikinya. Jae Hee sudah sangat bahagia kalaupun Eomma hanya memanggil nama Jae Hee.” Isaknya.
“Apa perlu Jae Hee memberikan hati Jae Hee buat Seo Hee supaya Eomma mau ngomong sama Jae Hee? Kalau Eomma mau ngomong sama Jae Hee hari ini, Jae Hee janji ga bakalan lagi ganggu dan dateng ke kehidupan Eomma dan Seo Hee lagi. Eomma? Hm...?” Terusnya.
Seo Hee menangis menyaksikan Ibunya dan Jae Hee. Seo Hee juga tidak tahu kenapa Ibunya begitu kejam kepada Jae Hee.
“Jae Hee ga minta tinggal sama Eomma, Jae Hee ga minta uang Eomma, Jae Hee ga minta Key. Jae Hee cuma minta Eomma bersikap pada Jae Hee selayaknya seorang Eomma. Jae Hee lelah mendem semuanya, jika Jae Hee salah Eomma bisa marah sama Jae Hee. Bukan malah ngediemin Jae Hee selama ini. Hari ini, untuk pertama dan terakhirnya Jae Hee datang ke rumah ini. Hari ini juga pertama dan terakhirnya Jae Hee ngomong sama Eomma. Hari ini juga untuk yang pertama dan terakhirnya Jae Hee memohon sama Eomma. Tolong jaga Seo Hee dan Key untuk Jae Hee.” Tangisnya. Dia pergi berlari keluar dari rumah itu. Air matanya benar-benar sudah tidak bisa dia bendung lagi.
Seo Hee berusaha mengejarnya, “Unni! Tunggu!” Teriaknya. Namun dia duduk di kursi roda, dia tidak bisa berlari mengejar kakaknya.
“Kepada Eomma seperti ini sama Unni?” Kata Seo Hee terlihat marah pada Ibunya.
“Apa karena Aboeji? Aboeji saja ga sebegitu marahnya ke Key Oppa dan Unni. Lalu kenapa Eomma seperti ini?” Lanjutnya.
“Apakah kamu tahu siapa yang menolongmu selama ini? Siapa yang sudah membiayai pengobatanmu selama ini? Lalu kenapa Unnimu malah menjalin hubungan dengan kakaknya sendiri? Anak Aboeji yang sudah seperti malaikat untuk kita selama ini.” Jawab Eommanya dan meninggalkannya.
 Jae Hee menangis terduduk di pinggir jalan. Baginya sudah tidak ada lagi orang yang menyayanginya.
“Sudah aku bilang jangan pernah temui mereka.” Ucap Key datang mengendarai sepeda motor. “Naiklah.”
“Ga seharusnya kamu datang ke sini. Mereka akan mengejarmu.” Kata Jae Hee masih terisak dan melihat ke arah orang-orang yang berjaga di rumah Ayahnya Key.
“Kita harus puas bermain-main hari ini, baru setelah itu mereka bisa menangkapku.” Jawab Key mengegas motornya.
“Key, maukah kamu mati bersamaku?” Jae Hee memeluknya erat. Rambutnya yang terurai bergerak terkena kibasan angin saat membonceng Key.
“Ya! Ngomong apa kamu!” Marah Key.
“Di dunia ini, sudah tidak ada yang mengharapkanku lagi. Bahkan Ibuku sendiri tidak ingin melihatku, aku rindu dengan Appaku.” Jawab Jae Hee.
“Bukankah kita sama? Ayahku juga tak mengharapkanku. Jadi, ayo kita lari dari kehidupan yang kejam ini. Kita berdua, hanya berdua. Kita bisa melakukannya. Dan jangan pernah berfikir untuk pergi sendiri.” Hibur Key.
“Sebenernya, aku punya sesuatu yang mungkin bisa buat hati kamu tenang.” Key mengeluarkan headset dan smartphone dari dalam sakunya dan memberikannya untuk Jae Hee, “Dengerin itu.”
Jae Hee kemudian mendengarkan lagu diberikan oleh Key, dia terhanyut oleh lagu itu. Lagu yang diciptakan khusus untuknya. Dia memeluk erat Key dan merasakan hembusan dinginnya angin malam saat itu. Air matanya kembali menetes, sepertinya lagu itu benar-benar menyentuh hatinya.

Gaseum gadeuk.han geudae heunjeok
Nareul soomshwigae haeyo
Dal.bit.chae gin bami modu mooldeulmyeon
Hye.eonal su eopneun gidarin da kkeutchi nalkkayo
Gijeokeul bileo mootgo dap.haeyo
O geudae mamae datgo shipeun nal malhaji mot.haeShirin gooreum dwi.ae garin byeolbitdeul.cheoreom
Saranghae ipsool kkeutae maemdoldeon apeum gobaek
Modu kkeutnae noonmulae heulleo
Shimjangae datneun ee hwasaleun eejen nae mom gatgaetjyoJukeul mankeum neomu apado
Nae mamae bak.hin geudaereul kkeonael su eopnaeyo
*Na geudael gatji mot.haedo nae mami kkeutnae
Seulpeun inyeonae byeok apaegaromak.hyeodo
Saranghae barabol suman itneun gosiramyeon
Geudaen nae jeonbunikka
Su maneun bam jisae.ooda
Nae noonmul gateun byeol.bit.chi
Meotji anneun biga dwaemyeon
Gieok.haeyo naega saranghaetdan geol
Himgyeopji anayo, oh no
Nae geudaera geudaenikka
Apado oolryeodo saranghae

Jejak-jejakmu yang mengisi hatiku
Membuatku mampu bernapas
Ketika malam panjang diwarnai dengan cahaya bulan
Akankah semua penantian yang tak dapat dihindarkan akan berakhir?
Aku mengharap sebuah keajaiban, bertanya dan menjawabnya sendiri
Oh, aku tak bisa memberitahumu tentang diriku
Orang yang ingin menyentuh hatimu
Seperti cahaya bintang  yang tersembunyi di belakang awan kelam
Aku mencintaimu, pada akhirnya pernyataan menyakitkan ini
Tetap ada di tepi bibirku berurai dalam air mata
Panah ini yang mengenai hatiku
Seperti bagian dari diriku sekarang
Meskipun terlalu menyakitkan untuk mati
Aku tak bisa menghapusmu, yang melekat di dalam hatiku
Karena ini adalah cinta
Meskipun jika aku tak bisa memilikimu
Pada akhirnya, meskipun ketika hatiku tertutup
Oleh dinding penghubung cinta
Aku mencintaimu, jika ini adalah tempatnya
Karena kau adalah segalaku
Aku tetap bangun di banyak malam
Ketika cahaya bintang menjadi hujan
Itu tak akan berhenti seperti air mataku
Ingatlah bahwa aku mencintaimu
Ini bukan masa lalu, oh no...
Karena kau perlu jadi milikku
Di sampingmu, untukmu, menjadi dirimu
Meskipun ini menyakitkan
Meskipun kau membuatku menangis
Aku mencintaimu
                                                                                                                      
“Apa judulnya?” Tanya Jae Hee lirih.
“Quasimodo.”
“Ya! Jadi kamu nyamain aku sama penjaga geraja yang miskin dan buruk rupa itu yang jatuh cinta sama gadis cantik di desanya?” Tanya Jae Hee kembali.
“Aku kira kamu tidak tahu cerita itu. Bukan kamu yang aku samakan dengan Quasimodo, tapi aku.” Jawab Key.
“Ki Bum, kenapa kamu berfikir seperti itu?” Jae Hee merasa bersalah.
“Aku sudah jatuh cinta pada gadis tercantik dan terkuat di dunia ini. Tapi sekali lagi, aku tidaklah pantas untuk gadis sepertimu. Aku terlalu liar dan terlalu tidak berguna untuk siapapun. Walaupun seperti itu, dari awal kita bertemu sampai detik ini, dan untuk selamanya aku akan tetap mencintaimu.”
“Begitu pun denganku.” Jae Hee memejamkan matanya dan memeluk erat Key.
Sampai mereka berhenti di sebuah lampu merah, waktu sudah larut malam. Jalanan sangatlah sepi, Key tak sengaja memandang spion motornya dan melihat di belakangnya ada mobil anak buah Ayahnya, dia sangat hafal dengan platnya. Di depan mobil itu banyak sekali bodyguard yang mengendari sepeda motor.
“Ada apa?” Tanya Jae.
“Sepertinya pesuruh Ayahku akan menangkapku. Haruskah kita mengakhirinya hari ini?” Tanya Key balik.”
“Ya, aku sudah lelah. Kita harus mengakhirinya hari ini.” Jawab Jae Hee.
“Kamu harus berpegangan erat, sepertinya aku akan ngebut.” Perintah Key.
 Malam itu adalah malam yang panjang bagi mereka. Setelah 5 tahun tidak bertatap muka, mereka akhirnya bersama pada malam itu. Key mengendarai kencang sepeda motornya, begitupun para pesuruh Ayahnya. Kejar-kejaran pun tidak bisa dihindarkan.
Lampu jalan saat itu merah, tapi Key memberanikan diri untuk menerobosnya. Karena jika tidak, pesuruh Ayahnya itu akan menangkapnya. Namun naas, di depannya melintas sebuah truk.
Key tidak bisa menghidarinya, sebisa mungkin dia sudah mengeremnya. Tabrakan pun tidak bisa dihindari.
Motor dan badan mereka terpental. Key tertimpa motornya, dan Jae Hee terjatuh, kepalanya menghantam trotoar.
“Ki Bum!” Teriaknya. Dia berusaha bangkit dan mendekat pada Key yang tergeletak di tengah jalan. Sepertinya kaki dan tangannya patah, kesadarannya mulai sedikit hilang.
“Key, bertahanlah. Aku akan menelephone ambulan.” Tangis Jae Hee mengangkat kepala Key dan menopangnya di kakinya. Jae Hee sesaat merasakan pusing di kepalanya.
“Jae Hee, kepalamu berdarah.” Ucap Key di saat Jae Hee mencoba menelfon 911.
Jae Hee tidak menghiraukannya, Key kembali berkata, “Mianhae Jae Hee, kalau aku mati kamu harus bisa hidup sendiri.”
“Jangan bicara seperti itu, kamu akan baik-baik saja. Tunggu sebentar, kamu harus kuat.” Kata Jae Hee. Saat itu kepalanya benar-benar sakit, dia memegang kepalanya. Dia melihat tangannya sudah di penuhi darah, benturannya membuat darah mengalir deras dari kepalanya.
Tanpa pikir panjang dia langsung menelfon dokter yang menangani Seo Hee, dia meminta untuk melakukan donor hati pada saat itu.  Kesadarannya juga sudah mulai berkurang, dan ketika dia memanggil-manggil Key, Key sudah tak sadarkan diri.
Dalam perjalanannya menuju rumah sakit, dia berusaha untuk tetap sadar. Tapi luka tersebut sudah mengaburkan pandangannya, yang masih bisa dia lihat hanyalah lampu-lampu di atasnya ketika melewati lorong rumah sakit.
“Lee Jae Hee! Bangun Nak!” Seseorang meamanggilnya. Dia tahu itu suara Ibunya, dia ingin sekali bilang kalau dia sangat menyayangi Ibunya. Tapi dia tidak bisa melakukannya, tubuhnya terlalu lemah.
Tangisan dan teriakan Ibunya masih dia dengar ketika berada di dalam ruangan. Banyak perawat dan dokter yang menanganinya.
“Tolong selamatkan putri saya.” Tangis Ibunya kepada dokter.
“Maaf, tapi kemungkinan putri anda bisa tertolong sangatlah kecil. Putri anda juga sudah bersedia untuk mendonorkan hatinya.” Jawab dokter.
“Jangan. Jangan lakukan itu dok.”
“Kami harus melakukannya. Ini adalah jalan yang terbaik, lebih baik anda kehilangan salah satunya daripada anda harus kehilangan keduanya.”
Ibunya benar-benar tidak bisa menahan kesedihannya,
“Jae Hee, bangun nak. Eomma minta maaf, Eomma sayang sama kamu.” Itulah yang terakhir Jae Hee dengarkan. Yah, itulah yang selama ini ingin dia dengar dari Ibunya.
Sekarang dia benar-benar berada di padang pasir putih sambil memandangi hamparan awan yang ada di depannya.
“Jae Hee, apa kamu ingin kembali?” Tanya Ayahnya.
Jae Hee menggelengkan kepala dan tersenyum kepada Ayahnya, “Aku akan tinggal di sini bersama Appa. Bukankah Appa janji akan selalu memeluk Jae Hee?”
“Benar. Appa akan selalu memelukmu di sini.” Peluk Ayahnya.
Waktu berlalu, dan Key sudah melewati masa kritisnya. Namun dia harus merasakan pahit bahwa malam itu adalah pertemuan terakhrinya dengan Jae Hee. Semenjak itu semua berubah, Ayahnya tidak mengekangnya. Ibu tirinya menjadi lebih hangat padanya, dan Seo Hee adik tirinya sekarang bisa berjalan sendiri dan dekat dengan Min Ho. Dia kembali bergabung dengan bandnya, dengan nama baru SHINee dengan 5 personil. Dan mereka melakukan rekaman.
Fans mereka pun membludak, lagunya yang berjudu “Quasimodo” membooming dan menjadi topchart saat itu. Tawaran iklan dan manggung pun berada dimana-mana. Malam setelah dia manggung, dia pun melihat ke arah langit memandangi bintang yang berkedip. Dia berbicara di dalam hati.
“Jae Hee, Apa kamu melihatku?”
Tentu saja aku di sini selalu melihatmu.”
“Bagaimana penampilan kami? Great bukan?”
Ya, sangat memukau. Kalian sangat mencolok dan berkilau dari atas sini. You Are My SHINee, kalian akan selalu jadi SHINeenya Jae Hee dan Shawol.
“Benarkah?”
Em.”
“Lalu, Apakah kamu akan menungguku?”
Aku sudah menunggumu dan aku akan selalu menunggumu juga mendo’akanmu. Aku akan menunggu sampai kapan pun itu, sampai kamu menikah, punya banyak anak dan cucu, dan bahagia di hari tuamu. Dan jika sampai waktunya, kamu bisa ke atas sini dan memperkenalkan istrimu padaku.”

End

Ternyata panjang banget ya, hampir 7000 kata lebih. Bosen ga? Gak kan? Sedikit cerita, saya kenal SHINee udah dari jaman-jaman lulus SMP gitu, tapi baru tertarik setelah ngeliat Min Ho main di drama To The Beautiful You. Baru deh setelah itu searching-searching soal SHINee, pas dengerin Quasimodo untuk pertama kalinya, saya klepek-klepek sama suara Onew haha, lebay ya. Tapi bener kok, lagunya cocok pas lagi galau dan akhirnya saya kepikiran deh buat ff tentang itu. Ok sekian dari saya... terima kasih sudah membaca... maaf kalau masih banyak kurangnya... ditunggu kritik dan sarannya ya... Kamsahamnida J

0 Comments

Copyright © 2009 Anything All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.