0
FanFiction "YOU ARE MY SHINEE"
Posted by Enggar Putri
on
08.18
Hai hai hai... halo semuanya... lama saya ga ngeblog, lama juga ga
buka blogger... Kurang lebih 2 tahun hahahah #edisi curcol. Kalau ngeliat
postingan-postingan terdahulu, haha ketawa-ketawa sendiri deh. Ya ampun, alay
banget saya waktu SMA. Eh malah curhat terus ya... hehe. Maaf ya... setelah
lama ga buka lappy, yang dibuka cuma hape heheheh ternyata blog saya banyak
juga ya yang buka... ga nyangka... makasih yang udah komen dan ngasih saran
buat saya...
Sebenernya bingung sih, untuk pertama kalinya setelah 2 tahun mau
saya isi apa postingan ini...
Eh keinget, beberapa waktu yang lalu ada media di facebook ngadain
lomba buat ff alias fanfiction gitu... Asalnya sih ga tertarik, eh akhirnya
kecantol ikutan. Walaupun ga menang heheheh, daripada di anggurin mending saya
posting aja ya...
Ini pertama kalinya saya buat fanfiction, walaupun saya suka ala-ala
Korea gitu tapi ga sampai lebay kok hehe. Jadi, kalau ff saya ini masih banyak
kurangnya ya mohon maaf, namun ini saya buat dari dalem hati saya kok...
Jadi intinya, karena saya masih amatiran saya masih butuh banyak
kritik dan saran. Kalau ada yang komen saya bakalan seneng dan sebisa mungkin
saya bales kok hehe. Tapi sebagai anak bangsa yang baik jangan suka jiplak atau
asal copas ya, hargai penulisnya...
Sepertinya sudah terlalu banyak tulisan ga penting saya, yang suka
baca ff atau shawol di sini silahkan di baca ya...
You Are My SHINee
Author : Enggar Putri
Cast : All member SHINee x OC
Genre : Sad, Romance, Family
Gerimis mulai membasahi
jalan perumahan yang sepi itu, seorang gadis berbadan kurus dengan rambut
panjang yang diikatnya sedari tadi berdiri di seberang jalan memandangi rumah
mewah yang ada di depannya.
Setengah jam
berlalu tapi dia masih tetap berdiri tanpa menghiraukan gerimis telah membasahi
bajunya. Sampai sebuah mobil masuk ke halaman rumah mewah itu. Banyak penjaga
yang bertugas, salah satunya membawa kursi roda menuju mobil tersebut.
Keluarlah
seorang gadis berwajah pucat, wajahnya mirip dengan gadis yang memandanginya di
seberang jalan. Dengan bantuan penjaga, dia duduk di atas kursi roda.
“Seo Hee, Maaf Eomma tidak bisa menjemputmu.” Kata seorang wanita
yang keluar dari dalam rumah.
“Ga pa-pa
Eomma, miss you.” Peluk gadis itu.
“Miss You too.
Ayo masuk.” Jawab Ibunya serambi
mendorong kursi rodanya.
Gadis itu masih
berdiri di seberang jalan berharap orang lain akan datang. Dia melihat jam
tangannya dan tersadar waktu telah menunjukkan pukul empat sore. Gerimis yang
semula ringan jatuh menjadi hujan, dia pun berlari menuju halte bus.
Dari halte dia
turun tepat di depan sebuah rumah sakit. Dia masuk ke sebuah kamar ICU, di dalamnya
seorang laki-laki terbaring koma. Dia kemudian duduk di samping laki-laki itu.
“Appa, Jae Hee
datang. Apa Appa masih tidur? Apakah Jae Hee terlalu cerewet akhir-akhir ini? Kalau
Appa bosen, Appa bangun dan bilang sama Jae Hee.” Ucapnya.
“Oh iya Appa,
tadi aku ketemu sama Seo Hee. Dia cantik banget. Rambutnya masih saja ngombak
kaya dulu. Jae Hee penasaran kenapa rambut kami beda ya Appa? Padahal muka dia
mirip kok sama Jae Hee. Haha, lucu deh ngeliatnya. Tapi dia duduk di kursi
roda. Appa? Apa denger kan yang Jae Hee omongin?” Terusnya.
Kadang dia
ingin menangis, tapi dia tidak ingin berbicara sesuatu yang akan membuat sedih
Ayahnya.
“Jae Hee !”
Teriak Choi Min Ho, laki-laki manis yang agak kurus itu memanggil Jae Hee saat dia
baru keluar dari ICU.
“Oppa sengaja ke
sini?” Tanyanya.
“Iya. Ayo kita jalan-jalan.
Oppa bosen.” Min Ho menarik tangannya.
Min Ho adalah
orang yang sangat baik di mata Jae Hee. Selama ini dialah yang selalu ada di
samping Jae Hee. Jae Hee tahu kalau Min Ho sebenarnya sibuk dan berusaha
meluangkan waktu untuknya. Dari semenjak SMA mereka berteman sampai saat ini
sifat hangat Min Ho tidak pernah berubah.
Tapi ada yang selalu
mengganjal di hati Jae Hee, ketika Min Ho menyatakan cinta 4 tahun yang lalu. Jae
Hee tidak bisa menerimanya, baginya Min Ho adalah sosok kakak yang sempurna.
“Oppa, ngapain
ngajak aku ke toko perhiasan?” Tanya Jae Hee.
“Pilihin kalung
yang bagus dong. Ok?” Jawab Min Ho.
“Oppa mau
beliin buat siapa?” Tanya Jae Hee lagi.
“Udah cepetan
pilihin.”
“Cewek tuh suka
yang simple tapi elegan. Nah yang itu bagus.” Jae Hee menunjuk salah satu
perhiasan di toko tersebut.
“Tolong, coba
lihat yang itu.” Kata Min Ho kepada pelayan toko. “Kamu cobain ya.” Terusnya.
Jae Hee
menggerutu,”Kenapa pake dicobain segala.”
“Udah cobain
aja.” Min Ho memakaikannya untuk Jae Hee. Jae Hee yang melihat ke cermin
langsung terpesona dengan keindahan kalung itu. Min Ho tak berkedip menatap Jae
Hee.
“Ya udah, saya
ambil yang itu. Berapa? ” Tanya Min Ho kepada pelayan.
Di saat Min Ho
membayar di kasir, Jae Hee masih sibuk memandangi kalung itu di cermin.
“Ayo.” Kata Min
Ho selesai membayar.
“Lho? Ini
kalungnya kan belum dilepas?” Tanya Jae Hee.
Min Ho menarik
Jae Hee keluar toko,“Udah nanti aja, ayo pergi makan.”
“Bentar.” Jae
Hee berhenti di depan toko. Berusaha untuk melepas kalungnya.
“Jangan di
lepas, itu cocok buat kamu.” Kata Min Ho sambil memegangi tangan Jae Hee.
“Aku ga mau.”
Jae Hee masih berusaha melepas kalungnya. Jae Hee memberikan kalungnya kepada
Min Ho.
“Oppa, jangan
pernah kaya gini lagi.” Tegas Jae Hee.
“Kamu marah
sama Oppa?” Tanya Min Ho.
Jae Hee menggelengkan
kepala. “Jae Hee.” Min Ho memegang tangannya.
“Oppa, Aku ga bisa nerima gitu aja semua
pemberian Oppa. Jae Hee tahu niat Oppa baik. Tapi kalau Oppa kaya gitu, Jae Hee
akan merasa hutang budi sama Oppa.”
“Mianhae,”
Peluk Min Ho.
“Rasa bersalah
Jae Hee semakin dalem kalau Oppa sering ngelakuin hal kaya gitu.” Ucap Jae Hee.
Mih Ho memegang
kedua bahu Jae Hee. “Yang sudah Oppa lakuin selama ini, itu karena Oppa sayang
sama kamu bukan untuk maksud lain. Mulai sekarang berjanjilan sampai kapan pun
kamu akan jadi Jae Heenya Oppa, Jae Hee yang lembut, yang ceria dan yang kuat.
Mengerti?”
Jae Hee
mengangguk, “Oppa, aku mau minum soju.” Kata Jae Hee lirih.
“Baiklah.”
Jawab Min Ho.
Semenjak kejadian
5 tahun yang lalu, Min Ho menjadi simpati kepada Jae Hee. Dan perasaan simpati
itu berubah menjadi rasa sayang. Min Ho juga tidak tahu perasaan sayang itu
perasaan cinta atau perasaan sayang seorang Oppa pada donsaengnya. Tapi dia
tahu, perasaan Jae Hee hanya untuk Key teman satu band Min Ho yang keluar 5
tahun yang lalu.
“Jae Hee, ayo
pulang.” Kata Min Ho.
“Jae Hee masih
pengen minum.” Kata Jae Hee sambil menuang soju di gelasnya.
“Oppa. Akhir-akhir ini aku sering berfikir,
apa Oppa benar-benar menyukaiku? Atau Oppa hanya kasihan ngeliat hidupku?” Ucap
Jae Hee dan meneguk minumannya.
“Jelas Oppa
menyayangimu.”Ujar Min Ho.
“Jinja?
Bukanlah dulu kita ga sedeket ini? Oppa itu cocok sama Seo Hee, sama-sama aneh.
Benarkan hahahah?” Celetoh Jae Hee.
“Kamu tuh ya. Minum
sedikit aja udah ngalntur. Ayo pulang.” Min Ho melepas sepatunya dan
menggendongnya menuju apartemen Jae Hee.
“Gumawo Oppa.”
Cetusnya saat mereka pulang, dia terlelap digendongan Min Ho.
Jarak tempat mereka
minum soju dan apartemen Jae Hee tidaklah jauh. Min Ho menggendongnya sampai di
depan kamar Jae Hee. Tapi sialnya Min Ho lupa sandi untuk membuka pintu kamar
Jae Hee. Akhirnya dia membawa Jae Hee ke apartemennya.
Subuhnya Jae
Hee sudah terbangun, dia memandangi sekeliling kamar dan baru tersadar bahwa
itu adalah kamar Min Ho. Dia bangun dan merapikan rambutnya, tak sengaja
matanya tertuju pada sebuah foto yang ada di meja. Di foto itu ada foto 5 orang
laki-laki dengan memakai seragam SMA. Itu adalah foto Min Ho bersama dengan
sahabatnya, yang sampai sekarang mereka masih bersama. Dari sebelah kiri adalah
Sunbae Min Ho sewaktu SMA, Lee Jin Ki tapi lebih dikenal dengan Onew dan Kim
Jong Hyun. Kemudian Min Ho dan Key dan terakhir adalah Lee Tae Min Hoobae dari
Min Ho.
Mereka sering
manggung di cafe-cafe sejak SMA sampai sekarang. Tapi mata Jae Hee tertuju pada
seseorang di samping Min Ho di foto itu, yaitu Kim Ki Bum alias Key. Personil
band yang paling bandel dan sulit diatur. Bahkan dia sering tidak ikut latihan.
Sudah 5 tahun lebih Jae Hee tidak pernah melihatnya, sejak Key dipaksa keluar
dari band oleh Ayahnya.
Banyak orang
yang tidak mengetahui hubungan rumit keluarga mereka. Semua berawal ketika Ayah
Jae Hee dan Ibunya bercerai. Jae Hee dan Seo Hee adalah saudara kembar, setelah
perceraian orang tua mereka, mereka tinggal bersama dengan sang Ayah. Sampai
Seo Hee didioknosa terkena kanker hati. Sejak itu Seo Hee menjadi sering murung.
Suatu malam
Ibunya datang menjemput Seo Hee, meminta Seo Hee untuk tinggal bersamanya dan berobat
ke luar negeri. Sehingga Ayahnya terkena stroke, koma sampai bertahun-tahun. Sebetulnya
saat itu yang paling shock adalah Jae Hee, dia harus bisa menerima kenyataan. Ibu
Jae Hee menikah dengan Ayah Key yang merupakan chaebol kaya pemilik Seungpark
Group. Dan waktu itu juga, Jae Hee baru tahu kalau Key adalah anak seorang
chaebol.
Key bukanlah
anak yang penurut, semenjak kematian Ibunya dia menjadi keras kepala. Oleh
sebab itu Key selalu berontak dengan keadaan, dia sering mabuk-mabukan dan ikut
tawuran di sekolah.
Biasanya
sebelum dia bekerja dia mampir ke toko bunga dan membawa bunga itu untuk
Ayahnya. Tapi sepertinya hari itu agak berbeda, dari apartemen Min Ho dia
mampir ke toko bunga dulu dan pulang ke apartemennya untuk ganti baju dan baru
pergi menemui Ayahnya. Setiap pagi dia selalu mengganti bunga di kamar di mana
Ayahnya terbaring.
Sore itu ketika dia akan menjenguk Ayahnya tak
sengaja dia melihat Seo Hee check up di
rumah sakit yang sama. Kadang dia merasa iri dengan Seo Hee, karena Ibunya
selalu memberikan perhatian untuk Seo Hee. Tapi dia sadar bahwa Seo Hee pantas
mendapatkannya karena hidup Seo Hee jauh lebih menderita dibanding dengan
hidupnya. Selama bertahun-tahun Ibunya tidak pernah mengunjunginya. Ketika Ayah
Ibunya bercerai, mereka masih 3 tahun. Mereka tidak ingat kapan dan bagaimana
kehidupan mereka ketika masih bersama-sama dengan Ibu mereka.
Dia menemui
dokter yang menangani Seo Hee, awalnya sang dokter menolak memberi informasi
tentang penyakit Seo Hee. Tapi ketika Jae Hee menceritakan semua tentang
hubungannya dengan Seo Hee, dokter itupun menjadi luluh. Dia meminta kepada
sang dokter untuk melalukan pemeriksaan apakah hatinya cocok dengan hati Seo
Hee.
Entah apa yang
dipikirkannya, dia berani untuk
mencocokkan hatinya dengan hati saudaranya. Antara kesal dan sayang bercampur
aduk di dalam hatinya. Dia kecewa karena selama 5 tahun ini Seo Hee tidak
pernah menghubunginya. Seminggu pun berlalu dan hasil tes pemeriksaan keluar dan
menunjukkan bahwa hatinya 99% cocok dengan hati Seo Hee.
“Oppa, semalem
aku bermimpi berada di sebuah gurun pasir putih yang luas banget, dan aku
kebingungan di situ. Lalu aku bertemu dengan Appa dan Key, dari kejauhan aku
juga melihat kalian, ada Oppa, Jong Hyun Oppa, ada Onew Oppa juga, ada Tae Min,
Eomma, Ayahnya Key dan Seo Hee. Sepertinya kalian bahagia. Lalu entah apa yang
kami bicarakan, Key ninggalin aku gitu aja dan main pasir sama kalian. Aku nangis
dan Appa memelukku sangat lama. Menurut Oppa apa arti dari mimpi itu?” Tanya
Jae Hee di saat mereka sedang makan siang di sebuah cafe di depan kantor tempat
Jae Hee bekerja.
“Mungkin kamu
hanya sedang merindukan Appamu.” Jawab Min Ho sambil memainkan gadgetnya.
“Benarkan? Iya mungkin aku lagi ngerinduin
semua orang.” Jae Hee tersenyum kepada Min Ho sambil memakan makanan yang dia
pesan.
“Sebenarnya
Oppa mau ngomong sesuatu sama kamu.” Sahut Min Ho.
“Ngomong apa
sih? Mukanya pake serius banget?” Jawab Jae Hee.
“Sebenernya
pada hari di mana Seo Hee dan Key berangkat ke Amerika, Key datang menemui Oppa
dan bertanya tentang keberadaanmu.” Jelas Min Ho.
“Iya terus?”
“Dia kabur dari
Ayahnya, sama seperti yang dia lakukan setiap kali di kekang oleh Ayahnya.”
“Ya! Oppa!
Bercandamu keterlaluan hahahah.” Jawab Jae Hee.
“Oppa ga
bercanda.” Kata Min Ho serius.
“Jinja?” Jae
Hee masih tidak percaya.
Lalu Min Ho
menjelaskannya, “Malam saat Appamu masuk rumah sakit, dia datang ke kami. Dia
bilang tidak bisa main band lagi. Dia datang ke rumahmu, tapi Oppa bilang kamu
ga mau nemuin dia lagi. Mianhae Jae Hee, saat itu Oppa ga bisa ngeliat kamu
lebih terbebani lagi. Oppa mengira Key akan kembali dan menurut ke Ayahnya,
tapi dugaan Oppa salah, dia menghilang
begitu saja. Bahkan nomernya pun tidak dapat dihubungi. Kami sudah berusaha
mencarinya.”
Jae Hee
terdiam, dia tidak tahu harus bicara apa. Min Ho kemudian memegang tangannya,
“Jae Hee, maafkan Oppa karena selama ini Oppa merahasiakannya dari kamu. Oppa
diam, Oppa kira jika tanpa Key kamu akan bahagia tapi Oppa salah. Kamu boleh
marah sama Oppa, tapi jangan ngediemin Oppa.”
“Engga, Jae Hee ga marah sama Oppa. Mungkin ini jawaban
kenapa Jae Hee selalu merasa Key ada di sekitar Jae Hee. Jae Hee cuma masih
belum percaya aja. Mana mungkin Jae Hee marah sama orang yang udah care sama
Jae Hee. Orang yang selalu ada di setiap Jae Hee butuh, orang yang udah support
Jae Hee supaya cepet lulus kuliahnya dan bisa dapet kerja kaya gini. Jae Hee ga
bisa marah sama Oppa.”
“Oppa, Jae Hee
punya permintaan.” Terusnya.
“Hm...?” Tanya
Min Ho.
“Kembalilah
untuk Seo Hee.” Pinta Jae Hee.
“5 tahun bukan
waktu yang sebentar Jae Hee, Oppa ga bisa mengulang semuanya.” Jaawabnya.
“Oppa? Jae Hee mohon... Oppa bisa melakukannya
perlahan.” Katanya Jae Hee.
Sepertinya Min
Ho merasakan dilema, dia terdiam memandangi Jae Hee. Selama berhari-hari dia
memikirkan permintaan Jae Hee. Selama ini dia tidak pernah menolak permintaan
Jae Hee, apalagi mengingat rasa bersalahnya mengenai Key. Dia memikirkan
kembali kata-kata Jae Hee tentang perasaannya. Tapi dia juga tidak menemukan
jawaban yang jelas.
Hari itu Min Ho
memberanikan diri, dia memencet bel di depan gerbang tinggi rumah yang dijaga
ketat banyak orang. Setelah berbicara beberapa saat dengan penjaga rumah dan di
suruh menunggu di luar akhirnya dia dipersilahkan masuk.
Saat di dalam
rumah dia masih harus menunggu beberapa saat. Kemudian seorang perawat
mendorong Seo Hee di kursi roda menuju ruang tamu.
“Oppa.” Kata
Seo Hee tersenyum bahagia. Tapi dia tidak bisa menyembunyikan wajah pucatnya,
matanya sedikit sayu dan tubuhnya terlihat lemah. Hingga dia memberi kode
kepada perawatnya untuk meninggalkan mereka sendirian.
Sejenak mereka
terdiam, Min Ho terlihat kebingungan. Dia merasa canggung karena sudah lama
mereka tidak bertemu.
“Seo Hee,
gimana kabarmu?” Tanya Min Ho.
“Seperti yang
Oppa lihat, Seo Hee baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan Oppa? Oppa terlihat
lebih dewasa.” Jawab Seo Hee.
“Benarkah?”
Seo Hee
sepertinya sangat bahagia melihat kedatangan Min Ho, “Bagaimana Unni sekarang?
Apa Oppa sering bertemu dengan dia? Apa dia pernah bercerita tentang Uri Appa? Seo
Hee ingin sekali menemui mereka. Nanti kalau Seo Hee udah sembuh dan bisa jalan
sendiri Seo Hee bakalan ajak mereka jalan-jalan. Oppa mau ikut? Sekalian
rame-rame kita ajak semuanya, ajak juga pacar Oppa. Oppa udah punya pacar kan?”
“Hm?” Min Ho
tampak terharu dengan omongan Seo Hee.
“Ih Oppa kenapa kaku sekali, Seo Hee bercanda
kali. Masa iya Oppa ku yang satu ini masih ngejomblo aja.” Ejek Seo Hee.
Smartphone Min
Ho tiba-tiba berbunyi. Dia meminta izin kepada Seo Hee keluar sebentar dan
membalas teleponnya.
“Oppa, Oppa
dimana? Kenapa seharian Oppa ga nemuin Jae Hee? Apa Oppa masih marah karena
permintaan Jae Hee kemarin itu? Jae Hee punya kabar gembira buat Oppa, bukankah
sebaiknya Oppa datang ke sini? Appa sudah sadar, Oppa pasti ga percaya. Jadi
kalau Oppa lagi nganggur hari ini, Oppa harus dateng ke rumah sakit. Mengerti?
Jae Hee bakalan traktir Oppa nanti kalau Appa udah baikan.” Jae Hee berbicara
tanpa henti di telepon setelah Min Ho mengangkatnya.
“Syukurlah.”
Jawab Min Ho.
“Ya! Apa hanya
seperti itu jawaban Oppa?” Tegas Jae Hee.
“Oppa ga sedang
perform kan?” Terusnya.
“Oppa di rumah
Seo Hee.” Jawab Min Ho.
Jae Hee terdiam
sejenak, “Iyakah? Jae Hee senang ngedengernya.”
“Dia bilang merindukanmu
dan Appamu.”
“Sama. Tapi Jae
Hee masih marah sama dia. Bilang ke dia sekali-sekali kasih kabar ke aku,
jangan ngilang gitu aja. Kalau Oppa ga sibuk hari ini, Oppa bisa ajak Seo Hee
ke rumah sakit buat nemuin Appa.”
“Bukankah ini
terlalu cepat?” Tanya Min Ho.
“Engga, ini tuh
kaya kebetulan yang udah direncanain Tuhan. Setelah 5 tahun Appa akhirnya
bangun mungkin karena Seo Hee.” Jelas Jae Hee.
“Baiklah. Oppa
akan bawa Seo Hee ke rumah sakit. Oppa tutup teleponnya.” Kata Min Ho menutup
telepon dan masuk kembali ke dalam rumah.
Bukan cuma Seo
Hee yang bahagia hari ini, Jae Hee terlihat lebih bahagia. Dia bahkan tidak
masuk kerja untuk menemani Appanya. Setelah sekian lama dia bisa melihat
senyuman Ayahanya lagi.
“Appa, jangan pandangin
Jae Hee seperti itu. Appa mau ngomong apa? Mau Jae Hee bantu lepas ini?” Kata
Jae Hee sambil melepas alat bantu pernapasan yang di pakai Ayahanya.
“Appa merasa
sesak? Tidak kan?” Tanya Jae Hee. Ayahnya menggelengkan kepala.
“Bukankah lebih
baik jika kita naikkan sedikit ranjang Appa?” Jae Hee berusaha membuat nyaman
Ayahnya. “Sudah enak kan?” Terusnya.
Ayahnya
mengangguk. “Jae Hee.” Ujar Ayahnya .
“Iya Appa?” Jae
Hee mendekat pada Ayahnya.
“Maafkan Appa
karena sudah merepotkanmu.”
Jae Hee tersenyum
manis dan membalas omongan Ayahnya dengan menggelengkan kepala.
“Appa.” Manjanya
sambil memeluk sang Ayah. Ayahnya mendekapnya begitu hangat.
“Mulai saat ini
dan selamanya, jangan pernah merasa sendirian karena Appa akan selalu
memelukmu. Appa akan selalu di sampingmu, ingatlah itu sayangku. Kalau ada yang
menyakitimu, kalau ada yang membuatmu jatuh sakit, Appa akan menghapus rasa
sakit itu.” Ucap Ayahnya.
Jae Hee
menangis terisak di pelukan Ayahnya. Satu-satunya orang di dunia ini yang tak
pernah menyalahkannya. Satu-satunya orang di dunia ini yang dari kecil sudah
menjadi Ayah sekaligus Ibu baginya. Yang setiap hari mencari nafkah untuk dia,
yang tidak pernah tidur setiap malam ketika dia jatuh sakit dan yang selalu
bilang bahwa yang dia lakukan itu benar. Ya orang itu adalah Ayahnya, yang
sampai sekarang Jae Hee selalu merasa belum bisa membalas semua kasih
sayangnya.
“Jae Hee ga akan biarkan Appa ninggalin Jae
Hee lagi. Jae Hee akan berada di samping Appa kemanapun Appa pergi. Mulai detik
ini, kita akan memulai kehidupan kita lagi. Appa harus janji bakalan bahagia
walaupun dihidup Appa hanya ada Appa dan Jae Hee. Mengerti? ” Kata Jae Hee
melepas pelukan Ayahnya dan menyodorkan kelingking kanannya.
“Appa janji. Tapi
kamu harus selalu mengingat satu hal, apapun yang terjadi hati Appa selalu ada
di samping hati Jae Hee.” Jawab Ayahnya dengan menyatukan kelingking mereka.
Jam berlalu
begitu cepat, Jae Hee masih ingin menemani Ayahnya. Tapi saat itu Min Ho
memberikan kabar bahwa dia akan datang bersama Seo Hee. Jae Hee memilih pergi
daripada harus bertemu Seo Hee. Bukan karena Jae Hee benci kepada Seo Hee, tapi
karena Jae Hee belum siap mendengar alasan kenapa Seo Hee selama ini tidak
menghubunginya. Kalaupun mereka bertemu untuk saat ini, itu akan tambah
membebani Seo Hee dan Appanya.
“Appa. Maafkan Seo Hee, karena Seo Hee Appa
jadi begini.” Kata Seo Hee.
“Appa juga
minta maaf kalau Appa ga bisa jadi Appa yang baik buat kamu. Tapi yang lalu
biarlah berlalu. Jadi Appa minta sama kamu, mulai sekarang jangan pernah temui
Appa dan Unnimu lagi. Biarlah Unnimu bahagia dengan hidupnya yang sekarang, dan
Appa akan selalu mendo’akanmu semoga hidup bahagia bersama Ibu dan Ayahmu.”
Kata Ayahnya sambil meneteskan air mata.
Seo Hee menjadi
sedih mendengar ucapan Ayahnya tersebut, dan dia ikut menangis,”Appa, kenapa
Appa bicara seperti itu? Kita bisa mengulangnya dari awal, kita semua bisa
menjalin hubungan baik seperti dulu lagi.”
“Maaf Seo Hee,
Appa bicara seperti ini bukan karena Appa tidak sayang sama kamu. Tapi ini demi
kebaikan kita semuanya. Sudah cukup semuanya menderita.”
Jae Hee
memperhatikan pembicaraan Ayahnya dan Seo Hee itu dari depan pintu kamar rumah
sakit Ayahnya yang terbuka sedikit. Dari pintu yang separonya terbuat dari kaca
itu dia melihat jelas Ayahnya dan Seo Hee.
“Appa tahu kamu
sangat menderita karena penyakit itu, tapi apa kamu tahu kalau Unnimulah yang
lebih menderita selama ini? Dari kecil, kasih sayang Appa dan Ibumu hanya
untukmu dan Jae Hee ga pernah protes dengan semua itu. Dari kecil, saat kamu
jatuh sakit di sekolah dialah yang menggendongmu sampai ke rumah. Dia juga yang
sudah mengejar beasiswa agar uang sekolahnya bisa kamu pakai untuk berobat. Dia
yang setiap pagi bangun nyiapin sarapan buat Appa dan kamu, dia juga yang
nemenin kamu ketika kamu kesakitan. Dia yang selalu nunggu Appa pulang kerja sampai
larut malam. Tapi sedetikpun dia tidak pernah mengeluh sama Appa.” Lanjut
Ayahnya.
“Hari itu Appa
jatuh sakit bukan karena Appa tidak merelakan kamu pergi bersama Ibumu, tapi
Appa sakit karena kecewa dengan sikap Ibumu. Betapa egoisnya dia yang hanya
membawa kamu dan meninggalkan Jae Hee begitu saja. Bukankah kalian berdua sama-sama
anaknya? Bukankah uang Ayah tirimu lebih-lebih kalau hanya untuk menyekolahkan
Jae Hee? Appa ga pernah menyesal Unnimu hidup bersama Appa, Appa bahkan sangat
bahagia dan bangga. Bahagia itu ga harus dengan materi, tapi sebagai seorang
anak bukankah dia juga butuh pelukan Ibunya?” Jelas Ayahnya.
Seo Hee
menangis di depan Ayahnya, selama ini dialah yang merasa paling menderita. Tapi
di balik penderitaannya itu dia juga telah menggambil kebahagiannya kembarannya
sendiri. Jae Hee yang mendengar semua itu pun langsung terduduk lemas di
samping pintu kamar Ayahnya. Betapa terpukulnya hatinya, selama ini dia
berusaha menyimpan rapat perasaannya. Dari umur 3 tahun setelah Ayah Ibunya
bercerai sampai saat ini dia tidak pernah bicara ataupun hanya bertegur sapa
dengan Ibunya.
Ketika Ibunya
datang membawa Seo Hee itulah pertama kalinya dia bertemu dengan Ibunya yang
dia ingat hanya dari fotonya saja. Bahkan dia tidak ingat apa yang dia lakukan
bersama Ibunya ketika masih kecil. Tapi Jae Hee bukanlah anak cengeng ataupun
anak manja. Dia begitu tahu situasi keluarganya. Dia berfikir saat itu Ibunya
marah karena tahu dia berpacaran dengan Key. Tidak seharusnya dia menjalin
hubungan dengan kakak tirinya. Tapi siapa yang duga, toh itu hanya hubungan
pacaran anak SMA, kenapa Ibunya begitu kejam padanya? Itulah yang selalu dia
pikirkan dan dia tanyakan di dalam hatinya.
Paginya dia
terbangun tidur duduk di kursi di samping Ayahnya.
“Appa. Apa Appa
masih tidur? Maaf, Jae Hee kecapean jadi bangun kesiangan.” Kata Jae Hee memandangi
Ayahnya.
Kemudian dia
memegang tangan Ayahnya, “Kenapa tangan Appa dingin sekali?”
“Appa
benar-benar masih tidur? Apa ada yang sakit? Appa bangun? Apa Jae Hee harus
panggil dokter?” Terusnya.
Tapi Ayahnya
masih terdiam dan benar-benar membuatnya takut. Dia berlari menemui perawat
yang bertugas saat itu.
Perawat bersama
dokter langsung datang dan memeriksa. Jae Hee terlihat sangat cemas.
“Maaf nona,
tapi Ayah anda sudah tidak ada.” Kata dokter.
“Ne?” Tanya Jae
Hee tak percaya.
“Maafkan
kelalaian kami, Ayah anda benar-benar sudah tidak ada.”
“Ga mungkin.”
Ucapnya dan segera menghampiri Ayahnya yang sudah terbaring kaku.
“Appa? Hm...?
Bangun...” Tangisnya.
“Appa bilang ga
bakal ninggalin Jae Hee... Tapi kenapa Appa pergi ga ngajak Jae Hee?” Tangisnya
memeluk sang Ayah. Dia tahu kalau ini bakalan terjadi, namun dia tidak pernah
menyangka akan secepat itu.
Setelah
pemakaman Ayahnya dia menjadi sangat murung, berhari-hari bahkan dia tidak
keluar dari apartemennya. Setiap Min Ho datang mengunjunginya, dia bahkan tidak
membukakan pintu dan beralasan kalau dia ingin sendirian.
5 tahun bukan
waktu yang sebentar untuk orang yang koma, dan tiba-tiba Ayahnya terbangun dari
komanya. Bangun untuk mengucapkan perpisahan pada dirinya, bangun untuk
menguatkannya kalau pada akhirnya dia harus bisa hidup sendirian.
“Jae Hee, Oppa
datang. Lihatlah Oppa datang sama siapa?” Kata Min Ho bicara dari luar kamar
Jae Hee.
Kemudian Jae
Hee bergegas membukakan pintu.
“Surprise !”
Teriak Onew, Jong Hyun dan Tae Min.
“Ya ! Kenapa
kalian teriak-teriak. Kalian mau apa datang ke sini? Bukankah ini sangat
memalukan, setelah sekian lama kalian ga pernah mengunjungiku?” Jae Hee
berusaha untuk bercanda.
“Nuna, Mian...
Hm...? Nuna tahu kan kalau kami sibuk?” Jawab Tae Min.
“Baiklah. Memang
kalian kan sok sibuk dari dulu.”
“Apa kita ga
boleh masuk?” Sahut Onew.
“Ga boleh.
Kamar Jae Hee masih berantakan. Kita minum soju saja hari ini.” Kata Jae Hee.
“Setuju. Ide
bagus.” Jawab Min Ho.
Akhirnya mereka
minum soju bersama-sama. Jae Hee sebenarnya masih terbawa perasaan sedih karena
Ayahnya, tapi dia juga tidak ingin melihat teman-temannya kecewa dengan
sikapnya. Dia berusaha tegar di depan Min Ho, Onew, Jong Hyun dan Tae Min.
“Jae Hee, kenapa
kamu diam saja. Kamu harus minum ini.” Kata Jong Hyun.
“Tidak Oppa.
Jae Hee sedang tidak ingin minum.” Jawab Jae Hee.
“Lalu untuk apa
kita datang ke sini kalau kamu ga minum?” Tanya Jong Hyun.
“Bukankah
kalian datang untuk menghiburku? Jadi, kalian harus buat aku ketawa hari ini.”
“Kalau Nuna ga
minum, Nuna ga bakalan bisa ketawa.” Ujar Tae Min kemudian meminum segelas
sojunya.
Jae Hee luluh
dengan permintaan mereka, dia pun ikut minum malam itu. Entah apa yang mereka
bicarakan, mereka tampak tertawa bahagia bersama. Sayang, kebahagiaan mereka
tidak lengkap karena Key tidak ada.
Sampai larut
malam sepertinya mereka benar-benar mabuk, dan hanya Min Ho yang masih tersadar
saat itu.
Min Ho berkata,
“Dasar kalian payah. Sebaiknya kita akhiri saja hari ini.”
“Jangan. Kita
minum sampai pagi, bukankah sudah lama kita tidak meluangkan waktu bersama
seperti ini? Apa kalian tidak bosan kuliah setiap hari dan manggung tiap hari?”
Sahut Onew.
“Benar. Aku
setuju dengan Hyung.” Kata Tae Min.
“Kalian... Apa
kalian tidak bosan hanya manggung di cafe-cafe? Apa kalian tidak ingin masuk tv
dan punya banyak fans?” Tanya Jae Hee dalam keadaan setengah sadar.
“Bukankah band
kita, kita bentuk untuk mengeratkan persahabatan kita saja? Kita ga perlu fans
banyak, yang kita perlu hanya kekompakan.” Kata Onew personil paling tua di
band mereka.
“Betul.” Kata
Min Ho.
“Tapi ga ada
salahnya kita mencoba hal baru. Bukankah karya kita juga tidak kalah bagusnya
dengan band-band terkenal yang ada di tv itu?” Kata Jong Hyun.
“Nah itu yang
Jae Hee maksud, Jae Hee punya kenalan Produser. Bukankah lebih baik kalau
kalian melakukan rekaman dan membuat album atau single?” Ucap Jae Hee
mengeluarkan sebuah kartu nama dan menaruhnya di meja.
Kemudian dia
berbicara kembali, “Oh ya, bukankah nama band kalian terlalu jadul? Bahkan fans
kalian hampir seusia kalian. Kalian harus merubah nama band kalian, yang
menarik minat orang. Yang bisa mudah diingat sama anak-anak remaja. Toh muka
kalian udah tampan, poles sedikit aja anak-anak SMA pasti terpesona dengan
kalian. Dan lagu-lagu kalian, bahkan lebih bagus dari lagu band-band terkenal
itu.”
“Tapi, apa nama
yang bagus untuk band kita saat ini?” Tanya Tae Min.
“Bagaimana
kalau HDB? Handsome and Diligent Boys.” Jawab Jong Hyun.
“Hahahah. Ya!
Oppa bercanda? Itu terlalu alay untuk laki-laki seusia kalian.” Sahut Jae Hee.
“Terus apa
dong?” Tanya Jong Hyun.
“SHINee.” Jawab
Jae Hee.
Kemudian mereka
semua menatap Jae Hee, tampak tertarik dengan nama itu. “Iya, SHINee...
Bukankah itu bagus? Berkilau? Menjadi sorotan? Menjadi pusat perhatian? Dan
cocok untuk usia kalian?”
“Waw. Daebak!
Nuna, itu benar-benar cocok dengan styleku.” Ucap Tae Min.
“Setuju.”
Mereka semua menyahut.
“Tapi, jika Key
datang dan kembali bersama kalian. Apa kalian terima?” Lanjut Jae Hee.
Onew menjawab,
“Kami tidak pernah mengeluarkannya. Dia sendiri yang memilih untuk pergi, kami
tidak bisa memaksa. Kami bahkan sudah mencarinya, justru kami ingin dia
kembali. Kita tanpa Key, bukankah seperti sayur kurang bumbu?”
“Benar. Kalau
dia kembali, dengan senang hati kita akan menerimanya.” Ujar Min Ho.
Jae Hee tampak
lega dengan perkataan Min Ho itu. Dia memang berharap Key benar-benar kembali,
walaupun dia tidak tahu di mana keberadaan Key saat ini. Dia selalu berfikir,
Key menjadi seperti itu karena dia. Kalau saja Key tidak menjalin hubungan
dengannya mungkin Key masih ada di depannya.
Hari-hari dia
lalui sendiri, dia tak perlu bangun pagi dan membeli bunga setiap pagi. Dia
juga tidak perlu mampir lagi ke rumah sakit setiap sore. Waktunya sekarang menjadi
lebih banyak, dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan di waktu selanya
itu. Dia menjalani hidup seperti orang lainnya, tidur, bangun, bekerja seperti
itu setiap hari.
Sesekali dia
pergi menemui Min Ho dan personil SHINee lainnya. Tapi itu tidak bisa setiap
saat karena mereka memiliki kesibukan masing-masing. Ia ingin menemui Seo Hee
namun dia bingung apa yang akan dia bicarakan dengan Seo Hee. Mendengar dari
Min Ho bahwa keadaan Seo Hee memburuk membuatnya cemas. Baginya kehilangan
Ayahnya sudah cukup menyakitkan. Dia berfikir kembali, haruskah dia mendonorkan
hatinya.
Malam itu dia
baru pulang dari bekerja, sepertinya lembur membuatnya kecapekan. Fokusnya
mulai berkurang. Dia chat dengan Min Ho menggunakan smartphonenya saat berjalan
menuju apartemenya. Sebenarnya dia sudah memiliki mobil hasil kerja kerasnya,
akan tetapi dia lebih suka jalan kaki atau naik bus ketika berangkat dan pulang
bekerja.
Jalanan
terlihat sepi, dia menyebrang masih dengan memainkan smartphonenya. Tiba-tiba
dari arah kiri ada motor kencang lewat, dan dia tidak sadar.
Sampai, “Jae
Hee!”
Seseorang
berteriak dan menariknya, merekapun jatuh bersamanya. Untungnya dia tidak
terserempet motor yang hanya beberapa centi di sampingnya.
Sontak dia pun
kaget, hatinya berdeguk kencang bukan karena dia akan terserempet motor tapi
karena orang yang jatuh di depannya. Tanpa berkedip dia memandangi laki-laki
yang memakai jaket dan topi hitam itu.
“Ki Bum.”
Ucapnya.
Laki-laki yang
juga semula memandanginya itu langsung berlari meninggalkan dia.
“Ya! Key! Kamu
ingin mempermainkanku?” Terus Jae Hee sambil berdiri dan mengejar Key.
“Aish Jinja.”
Katanya sambil mencopot sepatu hak tingginya dan menyemlempangkan tasnya.
Larinya tidak
kalah kencangnya dengan Key, “Ya! Sekiya! Aku akan menangkapmu, beraninya kamu
menguji juara olimpiade maraton sepertiku!”
“Aaa...!”
Teriaknya. Dia terduduk di jalan dan melihat kakinya. Kakinya berdarah, terluka
karena menginjak batu tajam. Buru-buru ia mengambil tissue dari dalam tasnya
dan mengelap perlahan kakinya dengan tissue tersebut. “Bodoh. Buat apa kamu
ngejar orang yang jelas-jelas ngehindarin kamu. Akhirnya kamu sendiri kan yang
terluka.” Gumamnya.
“Kamu baik-baik
saja?” Key berdiri di depannya.
“Menurutmu?
Haruskah aku menjawabnya?” Jawab Jae Hee dengan ketus.
Key hanya tersenyum melihatnya.
“Kenapa
tersenyum? Sungguh kejam. Bukankah seharusnya kamu menolongku?”
“Sepertinya
tadi aku sudah menolongmu. Salah sendiri mengejarku. Kenapa akhir-akhir ini
kamu kurang fokus? Naiklah ke punggungku.” Jawabnya berbalik dan membungkukan
badan.
“Baiklah.”
Jawab Jae Hee.
“Kemana kita?”
Terusnya.
“Ke rumahku.”
Dalam
perjalanan menuju rumah Key mereka tampak terdiam satu sama lain. Jae Hee masih
tidak percaya bahwa yang menggendongnya adalah Key. Sampai di rumah Key mereka
masih terdiam.
“Duduklah. Aku
ambilkan obat merah dulu.”
Jae Hee
mengangguk. Dia mengamati sekeliling isi rumah Key. Dia menyangka kalau Key
tinggal di dekatnya. Selama 5 tahun Key tinggal sendiri di rumah yang sama
sekali berbeda dengan kehidupannya yang dulu.
“Kenapa tidak
pernah menemuiku?” Tanya Jae Hee.
“Karena kamu
tidak ingin bertemu denganku.” Jawab Key serambi membawa kotak P3K.
“Kapan aku
bilang seperti itu? Bertemu seperti ini, terlalu aneh ga sih?”
Key mengangkat
kaki kiri Jae Hee yang terluka, menaruhnya diatas dua belah kakinya dan
menjawab omongan Jae Hee,“Apanya yang aneh? Sakit?”
“Ga, lebih
sakitan hati aku kamu tinggalin dibanding sakit kaya gitu.” Cetusnya.
“Mulai cerewat
lagi, bukannya tadi kamu udah diem?” Kata Key sambil membersihkan luka Jae Hee.
“Oppa.”
“Sejak kapan
kamu panggil aku Oppa?” Jawab Key.
“Pulanglah.”
Suasana menjadi
sedikit serius, “Siro, seharusnya tadi aku tidak menolongmu. Kalau pada
akhirnya kita bertemu, kamu malah memintaku untuk pulang.”
“Apa yang kamu
dapetin dengan hidup kaya gini? Hah? Seharusnya kamu tunjukin ke Ayah kamu
kalau kamu berbeda dengan yang difikirkannya.”
“Jika aku
melakukannya, maka aku akan kehilangan semua yang aku sayangi. Kehilangan
Eommaku sudah cukup menyakitkan untukku, dan aku tidak ingin kehilangan orang
yang aku sayang lagi.”
“Kalau kamu
menyayanginnya seharusnya kamu menurut padanya. Bukan malah berontak. Nanti
kalau kamu kehilangan dia, bukankah itu lebih menyakitkan lagi?” Tegas Jae Hee.
“Kalau aku
memilih Ayahku, maka aku akan kehilangan kamu. Kamu adalah orang yang aku
sayangi setelah Ibuku, jadi jangan pernah memintaku untuk kembali pada Ayahku.”
“Lalu kenapa
kamu harus bersembunyi selama ini? Saat aku menunggumu datang di rumahmu,
kenapa kamu tidak menemuiku? Saat aku menangis di pemakaman Appaku, kenapa kamu
hanya memandangiku? Saat aku sedih kenapa kamu tidak datang menghiburku?”
“Bukankah kamu
sudah tahu kalau aku selalu datang untukmu? Tapi setiap kali aku datang, Min Ho
sudah ada di sampingmu. Sepertinya ini sudah larut malam, sebaiknya aku antar
kamu pulang.” Jawab Key.
“Aku ingin
bermalam di sini.” Sahut Jae Hee.
“Ga boleh.
Tidak baik seorang laki-laki dan perempuan berada dalam satu rumah yang sama.”
“Kenapa?
Sah-sah saja kalau aku tinggal dengan Oppaku. Jadi dimana aku harus tidur? Di
sofa ini? Oppa tenang saja, aku bisa tidur di mana saja.” Katanya.
“Ya!
Berhentilah memanggilku Oppa!” Bentak Key.
“Setelah 5
tahun, apakah yang sudah kamu lakukan! Dan ginikah caramu memperlakukanku? Selama
ini aku berfikir kalau kamu benar-benar kuliah di luar negeri, dan aku selalu
berharap kamu akan pulang dan datang melamarku! Tapi apa ini? Bahkan seorang
piatu sepertiku tidak akan mau hidup dengan pengangguran sepertimu! Ga pa-pa
jika aku tidak boleh tinggal di sini, aku bisa urus hidupku sendiri. Kalau kamu
besok tidak kembali ke rumahmu, aku yang bakal datengin Ayah kamu dan bilang
kalau kamu bersembunyi di sini!” Bentak Jae Hee balik.
Dia berjalan
meninggalkan Key tanpa alas kaki. Amarahnya benar-benar memuncak, dia tidak
habis pikir pertemuannya dengan Key berbeda dengan apa yang dia harapkan. Dia
benar-benar merasa harus mendatangi Ayah Key demi kebaikan Key.
Malam itu dia
memberanikan diri datang ke rumah Key dengan kaki pincang. Dia melihat Seo Hee
dan Ibunya, tapi bukan mereka tujuan Jae Hee. Oleh pembantu rumah dia langsung
diantar ke ruangan Ayah Key. Dia menceritakan semuanya, dia juga bercerita
tentang hubungan mereka. Ini agak menakutkan baginya, karena baru sekali ini
dia bertemu dengan Ayah tirinya.
Seo Hee sudah
menunggunya di luar. Ketika dia baru keluar dari ruangan Ayah tirinya itu, Seo
Hee langsung menyapa. “Unni.”
“Seo Hee. Sudah
lama, benarkan? Unni titip Eomma dan Key sama kamu. Kamu harus menyayangi
mereka. Okey?” Jae Hee agak canggung berbicara denganya.
Dari kejauhan
dia melihat Ibunya yang sedang memandanginya dan Seo Hee. Jae Hee meninggalkan
Seo Hee dan mnghampiri Ibunya. Ibunya memalingkan pandangan darinya.
“Eomma.”
Ucapnya.
“Eomma, apa
kabar?” Terusnya.
Tapi Ibunya tak
menjawabnya dan masih memalingkan pandangan darinya. “Kenapa Eomma seperti ini
sama Jae Hee? Apa karena Key? Kalau saja dulu Eomma memintaku untuk
menjauhinya, Jae Hee bakalan nurut sama Eomma.”
Ibunya masih
diam, hati Jae Hee semakin sakit. Dia bahkan tidak tahu apa salahnya mengapa
Ibunya memperlakukannya seperti itu. Dia tidak bisa lagi menahan isi hatinya
dan membendung air matanya. Perlahan air mata mulai mebasahi pipinya.
“Eomma,
bicaralah. Sekalipun Eomma tidak pernah ngomong sama Jae Hee. Bukankah Jae Hee
sudah sabar menunggu Eomma selama ini? Bukankah Jae Hee juga anak Eomma? Kalau
Eomma mau bicara sama Jae Hee dan bilang apa salah Jae Hee, Jae Hee akan
memperbaikinya. Jae Hee sudah sangat bahagia kalaupun Eomma hanya memanggil
nama Jae Hee.” Isaknya.
“Apa perlu Jae
Hee memberikan hati Jae Hee buat Seo Hee supaya Eomma mau ngomong sama Jae Hee?
Kalau Eomma mau ngomong sama Jae Hee hari ini, Jae Hee janji ga bakalan lagi
ganggu dan dateng ke kehidupan Eomma dan Seo Hee lagi. Eomma? Hm...?” Terusnya.
Seo Hee
menangis menyaksikan Ibunya dan Jae Hee. Seo Hee juga tidak tahu kenapa Ibunya
begitu kejam kepada Jae Hee.
“Jae Hee ga
minta tinggal sama Eomma, Jae Hee ga minta uang Eomma, Jae Hee ga minta Key.
Jae Hee cuma minta Eomma bersikap pada Jae Hee selayaknya seorang Eomma. Jae
Hee lelah mendem semuanya, jika Jae Hee salah Eomma bisa marah sama Jae Hee. Bukan
malah ngediemin Jae Hee selama ini. Hari ini, untuk pertama dan terakhirnya Jae
Hee datang ke rumah ini. Hari ini juga pertama dan terakhirnya Jae Hee ngomong
sama Eomma. Hari ini juga untuk yang pertama dan terakhirnya Jae Hee memohon
sama Eomma. Tolong jaga Seo Hee dan Key untuk Jae Hee.” Tangisnya. Dia pergi
berlari keluar dari rumah itu. Air matanya benar-benar sudah tidak bisa dia
bendung lagi.
Seo Hee
berusaha mengejarnya, “Unni! Tunggu!” Teriaknya. Namun dia duduk di kursi roda,
dia tidak bisa berlari mengejar kakaknya.
“Kepada Eomma
seperti ini sama Unni?” Kata Seo Hee terlihat marah pada Ibunya.
“Apa karena
Aboeji? Aboeji saja ga sebegitu marahnya ke Key Oppa dan Unni. Lalu kenapa
Eomma seperti ini?” Lanjutnya.
“Apakah kamu
tahu siapa yang menolongmu selama ini? Siapa yang sudah membiayai pengobatanmu
selama ini? Lalu kenapa Unnimu malah menjalin hubungan dengan kakaknya sendiri?
Anak Aboeji yang sudah seperti malaikat untuk kita selama ini.” Jawab Eommanya
dan meninggalkannya.
Jae Hee menangis terduduk di pinggir jalan.
Baginya sudah tidak ada lagi orang yang menyayanginya.
“Sudah aku
bilang jangan pernah temui mereka.” Ucap Key datang mengendarai sepeda motor.
“Naiklah.”
“Ga seharusnya
kamu datang ke sini. Mereka akan mengejarmu.” Kata Jae Hee masih terisak dan
melihat ke arah orang-orang yang berjaga di rumah Ayahnya Key.
“Kita harus
puas bermain-main hari ini, baru setelah itu mereka bisa menangkapku.” Jawab
Key mengegas motornya.
“Key, maukah
kamu mati bersamaku?” Jae Hee memeluknya erat. Rambutnya yang terurai bergerak
terkena kibasan angin saat membonceng Key.
“Ya! Ngomong
apa kamu!” Marah Key.
“Di dunia ini,
sudah tidak ada yang mengharapkanku lagi. Bahkan Ibuku sendiri tidak ingin
melihatku, aku rindu dengan Appaku.” Jawab Jae Hee.
“Bukankah kita
sama? Ayahku juga tak mengharapkanku. Jadi, ayo kita lari dari kehidupan yang
kejam ini. Kita berdua, hanya berdua. Kita bisa melakukannya. Dan jangan pernah
berfikir untuk pergi sendiri.” Hibur Key.
“Sebenernya,
aku punya sesuatu yang mungkin bisa buat hati kamu tenang.” Key mengeluarkan
headset dan smartphone dari dalam sakunya dan memberikannya untuk Jae Hee,
“Dengerin itu.”
Jae Hee
kemudian mendengarkan lagu diberikan oleh Key, dia terhanyut oleh lagu itu.
Lagu yang diciptakan khusus untuknya. Dia memeluk erat Key dan merasakan
hembusan dinginnya angin malam saat itu. Air matanya kembali menetes,
sepertinya lagu itu benar-benar menyentuh hatinya.
Gaseum gadeuk.han geudae heunjeok
Nareul soomshwigae haeyo
Dal.bit.chae gin bami modu mooldeulmyeon
Hye.eonal su eopneun gidarin da kkeutchi nalkkayo
Gijeokeul bileo mootgo dap.haeyo
Nareul soomshwigae haeyo
Dal.bit.chae gin bami modu mooldeulmyeon
Hye.eonal su eopneun gidarin da kkeutchi nalkkayo
Gijeokeul bileo mootgo dap.haeyo
O geudae mamae datgo shipeun nal
malhaji mot.haeShirin gooreum dwi.ae
garin byeolbitdeul.cheoreom
Saranghae ipsool kkeutae maemdoldeon apeum gobaek
Modu kkeutnae noonmulae heulleo
Saranghae ipsool kkeutae maemdoldeon apeum gobaek
Modu kkeutnae noonmulae heulleo
Shimjangae datneun ee hwasaleun
eejen nae mom gatgaetjyoJukeul mankeum neomu apado
Nae mamae bak.hin geudaereul kkeonael su eopnaeyo
Nae mamae bak.hin geudaereul kkeonael su eopnaeyo
*Na geudael gatji mot.haedo nae mami kkeutnae
Seulpeun inyeonae byeok apaegaromak.hyeodo
Saranghae barabol suman itneun gosiramyeon
Geudaen nae jeonbunikka
Seulpeun inyeonae byeok apaegaromak.hyeodo
Saranghae barabol suman itneun gosiramyeon
Geudaen nae jeonbunikka
Su maneun bam jisae.ooda
Nae noonmul gateun byeol.bit.chi
Meotji anneun biga dwaemyeon
Gieok.haeyo naega saranghaetdan geol
Nae noonmul gateun byeol.bit.chi
Meotji anneun biga dwaemyeon
Gieok.haeyo naega saranghaetdan geol
Himgyeopji anayo, oh no
Nae geudaera geudaenikka
Apado oolryeodo saranghae
Nae geudaera geudaenikka
Apado oolryeodo saranghae
Jejak-jejakmu yang mengisi hatiku
Membuatku mampu bernapas
Ketika malam panjang diwarnai dengan cahaya bulan
Akankah semua penantian yang tak dapat dihindarkan akan berakhir?
Aku mengharap sebuah keajaiban, bertanya dan menjawabnya sendiri
Membuatku mampu bernapas
Ketika malam panjang diwarnai dengan cahaya bulan
Akankah semua penantian yang tak dapat dihindarkan akan berakhir?
Aku mengharap sebuah keajaiban, bertanya dan menjawabnya sendiri
Oh, aku tak bisa memberitahumu
tentang diriku
Orang yang ingin menyentuh hatimu
Seperti cahaya bintang yang tersembunyi di belakang awan kelam
Aku mencintaimu, pada akhirnya pernyataan menyakitkan ini
Tetap ada di tepi bibirku berurai dalam air mata
Orang yang ingin menyentuh hatimu
Seperti cahaya bintang yang tersembunyi di belakang awan kelam
Aku mencintaimu, pada akhirnya pernyataan menyakitkan ini
Tetap ada di tepi bibirku berurai dalam air mata
Panah ini yang mengenai hatiku
Seperti bagian dari diriku sekarang
Meskipun terlalu menyakitkan untuk mati
Aku tak bisa menghapusmu, yang melekat di dalam hatiku
Karena ini adalah cinta
Seperti bagian dari diriku sekarang
Meskipun terlalu menyakitkan untuk mati
Aku tak bisa menghapusmu, yang melekat di dalam hatiku
Karena ini adalah cinta
Meskipun jika aku tak bisa
memilikimu
Pada akhirnya, meskipun ketika hatiku tertutup
Oleh dinding penghubung cinta
Aku mencintaimu, jika ini adalah tempatnya
Karena kau adalah segalaku
Pada akhirnya, meskipun ketika hatiku tertutup
Oleh dinding penghubung cinta
Aku mencintaimu, jika ini adalah tempatnya
Karena kau adalah segalaku
Aku tetap bangun di banyak malam
Ketika cahaya bintang menjadi hujan
Itu tak akan berhenti seperti air mataku
Ingatlah bahwa aku mencintaimu
Ini bukan masa lalu, oh no...
Ketika cahaya bintang menjadi hujan
Itu tak akan berhenti seperti air mataku
Ingatlah bahwa aku mencintaimu
Ini bukan masa lalu, oh no...
Karena kau perlu jadi milikku
Di sampingmu, untukmu, menjadi dirimu
Meskipun ini menyakitkan
Meskipun kau membuatku menangis
Aku mencintaimu
Di sampingmu, untukmu, menjadi dirimu
Meskipun ini menyakitkan
Meskipun kau membuatku menangis
Aku mencintaimu
“Apa judulnya?”
Tanya Jae Hee lirih.
“Quasimodo.”
“Ya! Jadi kamu
nyamain aku sama penjaga geraja yang miskin dan buruk rupa itu yang jatuh cinta
sama gadis cantik di desanya?” Tanya Jae Hee kembali.
“Aku kira kamu
tidak tahu cerita itu. Bukan kamu yang aku samakan dengan Quasimodo, tapi aku.”
Jawab Key.
“Ki Bum, kenapa
kamu berfikir seperti itu?” Jae Hee merasa bersalah.
“Aku sudah
jatuh cinta pada gadis tercantik dan terkuat di dunia ini. Tapi sekali lagi,
aku tidaklah pantas untuk gadis sepertimu. Aku terlalu liar dan terlalu tidak
berguna untuk siapapun. Walaupun seperti itu, dari awal kita bertemu sampai
detik ini, dan untuk selamanya aku akan tetap mencintaimu.”
“Begitu pun
denganku.” Jae Hee memejamkan matanya dan memeluk erat Key.
Sampai mereka
berhenti di sebuah lampu merah, waktu sudah larut malam. Jalanan sangatlah
sepi, Key tak sengaja memandang spion motornya dan melihat di belakangnya ada
mobil anak buah Ayahnya, dia sangat hafal dengan platnya. Di depan mobil itu
banyak sekali bodyguard yang mengendari sepeda motor.
“Ada apa?”
Tanya Jae.
“Sepertinya
pesuruh Ayahku akan menangkapku. Haruskah kita mengakhirinya hari ini?” Tanya
Key balik.”
“Ya, aku sudah
lelah. Kita harus mengakhirinya hari ini.” Jawab Jae Hee.
“Kamu harus
berpegangan erat, sepertinya aku akan ngebut.” Perintah Key.
Malam itu adalah malam yang panjang bagi
mereka. Setelah 5 tahun tidak bertatap muka, mereka akhirnya bersama pada malam
itu. Key mengendarai kencang sepeda motornya, begitupun para pesuruh Ayahnya.
Kejar-kejaran pun tidak bisa dihindarkan.
Lampu jalan
saat itu merah, tapi Key memberanikan diri untuk menerobosnya. Karena jika
tidak, pesuruh Ayahnya itu akan menangkapnya. Namun naas, di depannya melintas
sebuah truk.
Key tidak bisa
menghidarinya, sebisa mungkin dia sudah mengeremnya. Tabrakan pun tidak bisa
dihindari.
Motor dan badan
mereka terpental. Key tertimpa motornya, dan Jae Hee terjatuh, kepalanya
menghantam trotoar.
“Ki Bum!”
Teriaknya. Dia berusaha bangkit dan mendekat pada Key yang tergeletak di tengah
jalan. Sepertinya kaki dan tangannya patah, kesadarannya mulai sedikit hilang.
“Key,
bertahanlah. Aku akan menelephone ambulan.” Tangis Jae Hee mengangkat kepala
Key dan menopangnya di kakinya. Jae Hee sesaat merasakan pusing di kepalanya.
“Jae Hee,
kepalamu berdarah.” Ucap Key di saat Jae Hee mencoba menelfon 911.
Jae Hee tidak
menghiraukannya, Key kembali berkata, “Mianhae Jae Hee, kalau aku mati kamu
harus bisa hidup sendiri.”
“Jangan bicara
seperti itu, kamu akan baik-baik saja. Tunggu sebentar, kamu harus kuat.” Kata
Jae Hee. Saat itu kepalanya benar-benar sakit, dia memegang kepalanya. Dia
melihat tangannya sudah di penuhi darah, benturannya membuat darah mengalir
deras dari kepalanya.
Tanpa pikir
panjang dia langsung menelfon dokter yang menangani Seo Hee, dia meminta untuk
melakukan donor hati pada saat itu. Kesadarannya
juga sudah mulai berkurang, dan ketika dia memanggil-manggil Key, Key sudah tak
sadarkan diri.
Dalam
perjalanannya menuju rumah sakit, dia berusaha untuk tetap sadar. Tapi luka
tersebut sudah mengaburkan pandangannya, yang masih bisa dia lihat hanyalah
lampu-lampu di atasnya ketika melewati lorong rumah sakit.
“Lee Jae Hee!
Bangun Nak!” Seseorang meamanggilnya. Dia tahu itu suara Ibunya, dia ingin
sekali bilang kalau dia sangat menyayangi Ibunya. Tapi dia tidak bisa
melakukannya, tubuhnya terlalu lemah.
Tangisan dan
teriakan Ibunya masih dia dengar ketika berada di dalam ruangan. Banyak perawat
dan dokter yang menanganinya.
“Tolong
selamatkan putri saya.” Tangis Ibunya kepada dokter.
“Maaf, tapi
kemungkinan putri anda bisa tertolong sangatlah kecil. Putri anda juga sudah
bersedia untuk mendonorkan hatinya.” Jawab dokter.
“Jangan. Jangan
lakukan itu dok.”
“Kami harus
melakukannya. Ini adalah jalan yang terbaik, lebih baik anda kehilangan salah
satunya daripada anda harus kehilangan keduanya.”
Ibunya benar-benar
tidak bisa menahan kesedihannya,
“Jae Hee,
bangun nak. Eomma minta maaf, Eomma sayang sama kamu.” Itulah yang terakhir Jae
Hee dengarkan. Yah, itulah yang selama ini ingin dia dengar dari Ibunya.
Sekarang dia benar-benar
berada di padang pasir putih sambil memandangi hamparan awan yang ada di
depannya.
“Jae Hee, apa
kamu ingin kembali?” Tanya Ayahnya.
Jae Hee
menggelengkan kepala dan tersenyum kepada Ayahnya, “Aku akan tinggal di sini
bersama Appa. Bukankah Appa janji akan selalu memeluk Jae Hee?”
“Benar. Appa
akan selalu memelukmu di sini.” Peluk Ayahnya.
Waktu berlalu,
dan Key sudah melewati masa kritisnya. Namun dia harus merasakan pahit bahwa
malam itu adalah pertemuan terakhrinya dengan Jae Hee. Semenjak itu semua
berubah, Ayahnya tidak mengekangnya. Ibu tirinya menjadi lebih hangat padanya,
dan Seo Hee adik tirinya sekarang bisa berjalan sendiri dan dekat dengan Min
Ho. Dia kembali bergabung dengan bandnya, dengan nama baru SHINee dengan 5
personil. Dan mereka melakukan rekaman.
Fans mereka pun
membludak, lagunya yang berjudu “Quasimodo” membooming dan menjadi topchart
saat itu. Tawaran iklan dan manggung pun berada dimana-mana. Malam setelah dia
manggung, dia pun melihat ke arah langit memandangi bintang yang berkedip. Dia
berbicara di dalam hati.
“Jae Hee, Apa
kamu melihatku?”
“Tentu saja
aku di sini selalu melihatmu.”
“Bagaimana
penampilan kami? Great bukan?”
“Ya, sangat memukau.
Kalian sangat mencolok dan berkilau dari atas sini. You Are My SHINee,
kalian akan selalu jadi SHINeenya Jae Hee dan Shawol.
“Benarkah?”
“Em.”
“Lalu, Apakah kamu
akan menungguku?”
“Aku sudah
menunggumu dan aku akan selalu menunggumu juga mendo’akanmu. Aku akan
menunggu sampai kapan pun itu, sampai kamu menikah, punya banyak anak dan cucu,
dan bahagia di hari tuamu. Dan jika sampai waktunya, kamu bisa ke atas sini dan
memperkenalkan istrimu padaku.”
End
Ternyata panjang
banget ya, hampir 7000 kata lebih. Bosen ga? Gak kan? Sedikit cerita, saya
kenal SHINee udah dari jaman-jaman lulus SMP gitu, tapi baru tertarik setelah
ngeliat Min Ho main di drama To The Beautiful You. Baru deh setelah itu searching-searching
soal SHINee, pas dengerin Quasimodo untuk pertama kalinya, saya klepek-klepek
sama suara Onew haha, lebay ya. Tapi bener kok, lagunya cocok pas lagi galau
dan akhirnya saya kepikiran deh buat ff tentang itu. Ok sekian dari saya...
terima kasih sudah membaca... maaf kalau masih banyak kurangnya... ditunggu
kritik dan sarannya ya... Kamsahamnida J